Hidayatullah.com– Pekerja di Prancis belakangan ini terus menggelar aksi mogok kerja guna memprotes perubahan aturan pensiun. Meskipun dengan protes dan tuntutan yang agak berbeda, aksi mogok juga dilakukan oleh para diplomat dan Presiden Emmanuel Macron menjanjikan sejumlah hal agar mereka tidak ikut-ikutan mangkir kerja.
Dilansir RFI, hari Kamis (16/3/2023) Presiden Emmanuel Macron bertemu staf di Kementerian Luar Negeri, menjanjikan anggaran yang lebih besar dan penambahan pegawai guna menghapus kekhawatiran terhadap reformasi besar-besaran yang akan dilakukan oleh Macron terhadap korps diplomatik Prancis.
Presiden menjanjikan 700 pegawai baru dan kenaikan anggaran sebesar 20 persen bagi aparatus diplomatik terbesar di dunia itu, setelah Amerika Serikat dan China.
“Saya ingin melihat layanan diplomatik kita sepenuhnya dipersenjatai kembali,” kata Presiden.
Quai d’Orsay, di mana Kemenlu Prancis memiliki kantor pusatnya yang mewah di Paris, akan memiliki anggaran tahunan hampir 8 miliar euro pada tahun 2027, janji Macron.
Janji itu diutarakan sehari setelah Menteri Luar Negeri Catherine Colonna menerima laporan akhir dari sebuah komisi yang dibentuk untuk mempertimbangkan oposisi internal terhadap usulan reformasi sektor diplomatik.
Profesi itu sedang mendapatkan tekanan akibat perang di Ukraina, beberapa konflik besar dengan sejumlah bekas negara jajahan Prancis di Afrika, masalah pengungsi yang membanjiri Eropa, upaya internasional untuk meredam bencana ekologi yang belakangan semakin banyak, masalah keamanan siber dan disinformasi online.
Musim panas lalu, ratusan staf diplomatik melakukan aksi mogok kerja – yang pertama kali dalam kurun beberapa dekade – guna memprotes sejumlah perubahan di lingkungan korps diplomatik yang antara lain menghilangkan status dan titel dari sebagian staf diplomatik khusus.
Di bawah reformasi yang digagas Macron, orang-orang terhormat seperti anggota dewan urusan luar negeri dan staf-staf yang berkuasa penuh akan menjadi pegawai negeri biasa. Padahal kedua posisi itu selama ini dianggap sebagai jabatan yang sangat terpandang, bergengsi dan membanggakan.
Presiden Macron menilai usulannya itu ditujukan untuk peningkatan koherensi dan kemampuan beradaptasi, sedangkan para staf takut kehilangan status dan keterampilan yang diperoleh dengan susah payah.
“Reformasi ini baik untuk negara,” kata Macron kepada staf Quai d’Orsay pada Kamis. “Reformasi ini bagus untuk pelayanan Anda dan untuk Anda, orang-orang yang bekerja di sini,” kata Macron, yang selama menjabat dinilai oleh sebagian kalangan di Prancis bertindak lebih mirip seorang raja ketimbang pemimpin negara republik yang menganut demokrasi.*