Hidayatullah.com—Angka perceraian di Kota Malang dan Batu relatif tinggi. Dalam kurun sembilan bulan, Januari-September 2023, Pengadilan Agama (PA) Malang Kelas IA menerima 1.787 permohonan perkara cerai.
Ketua Pengadilan Agama (PA) Malang Kelas IA Zainal Farid mengatakan, dari 1.787 pengajuan perkara cerai, mayoritas adalah cerai gugat alias cerai yang diajukan pihak istri. Jumlahnya mencapai 1.306 perkara. ”Sisanya 481 cerai talak atau yang diajukan oleh pihak suami,” ucapnya.
Dari jumlah tersebut, Zainal menyampaikan, sekitar 1.522 perkara yang sudah berhasil diputus. Mereka wajib menjalani proses mediasi setelah sidang pertama. “Itu sifatnya wajib,” tegasnya dikutip laman Radar Malang.
Namun, dia mengatakan, kenyataannya proses mediasi tak semudah itu dilakukan. Sebab, kebanyakan pihak tergugat tidak hadir memenuhi panggilan majelis hakim. Kendati wajib, Zainal memaparkan, tak semua perkara cerai diputus melalui mediasi terlebih dahulu.
“Mediasi itu wajib. Tapi syaratnya kedua belah pihak harus hadir,” ungkapnya.
Sedangkan mediator PA Malang Kelas IA Abbas Arfan menambahkan, Januari-September 2023 terdapat 335 perkara cerai yang berhasil menjalani proses mediasi.
Namun tingkat keberhasilan mediasi sangat rendah. Dari 335 perkara cerai yang menjalani mediasi, hanya 14 perkara yang berhasil. Mereka rujuk kembali dan mengurungkan niatnya untuk bercerai.
Kendati begitu, Abbas menyampaikan, ada istilah berhasil sebagian dalam proses mediasi yang dijalankan. Misalnya, niat perceraian tetap berlanjut namun ada kesepakatan terkait perkara-perkara lanjutan. Misalnya hak asuh anak dan pembagian harta gono-gini.
“Mereka tetap bercerai tapi ada kesepakatan untuk tidak memperkarakan hak asuh anak dan harta gono-gini,” tegasnya.
Abbas menyampaikan, ada 258 pasangan yang melakukan mediasi yang tetap bulat ingin bercerai. Itu karena mayoritas pasangan yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai sudah bulat tekadnya untuk berpisah.
Hal itu berkaitan dengan kesadaran dan rendahnya pengetahuan masyarakat terkait keberadaan lembaga konseling keluarga tersebut. Karena itu, dia menilai wajar jika selama ini cerai dijadikan sebagai jalan terakhir untuk menyelesaikan perkara.
Padahal, lanjutnya, permasalahan rumah tangga bisa dikomunikasikan melalui mediator yang dimiliki lembaga konseling rumah tangga. ”Kementerian Agama (Kemenag) RI juga sudah menyediakan layanan konseling yang bisa diakses secara gratis,” pungkasnya.*