Mata dunia tertuju pada kejahatan Israel di Gaza, padahal kejahatan lain penjajah dan pemukim haram juga terjadi di Tepi Barat yang tidak terkendali tanpa ada proses hukum, mengkhawatirkan terulangnya tragedi Nakba
Sambungan artikel Pertama
Hidayatullah.com | WARGA Palestina di kawasan perkotaan Tepi Barat terus dicekam teror dan kekerasan. Namun kondisinya masih terbilang “lumayan”, sebab masih memiliki kekuatan untuk melawan penjajah. Sementara di desa-desa terpencil, warga benar-benar tak berdaya.
Misalnya di daerah perbukitan Al-Khalil (Hebron) selatan. Ada desa Tuwani di Area C, yang berada di bawah kendali penuh militer dan sipil ‘Israel’.
Seorang warga bernama Hafez Hureini menceritakan kepada Middle East Eye (MEE) bahwa para pemukim ilegal bersenjata terus melakukan teror, menyita ternak, merusak tangki air, menghancurkan panel surya, merusak bangunan, dan menghancurkan kebun zaitun.

“Mereka melibas seluruh tanah dan tanaman zaitun, menghancurkan segalanya. Kami tidak berani memasuki tanah kami bahkan dalam jarak 20 meter sekalipun,” katanya.
“Pemukim ilegal mengambil keuntungan dari perang (di Gaza) untuk merebut tanah kami. Mereka menguasai segalanya di sini, memblokir pintu masuk ke desa-desa, mencuri harta benda, menghancurkan panel surya, merusak bangunan, pertanian, dan pohon-pohon.”
Putranya, Mohammad, menunjukkan rekaman video pemukim ilegal berseragam militer yang menyerbu rumahnya. “Kami tidak punya hak dalam hukum. Kami tidak aman. Hidup kami benar-benar dalam bahaya,” ujarnya.
Menurut Mohammad, situasi di desa-desa terpencil lebih buruk. Banyak warga yang terpaksa melarikan diri agar terhindar dari kekerasan.
Para pemukim ilegal mengusirnya, “Pergilah ke kota. Pergi ke Yatta. Dalam 24 jam jika kami menemukanmu di sini, kami akan membunuhmu!”
Gerombolan itu juga membagikan selebaran berisi ancaman dan meninggalkan boneka berlumuran darah di sekolah, memperingatkan warga Palestina untuk pergi atau dibunuh.
Seorang warga mengaku dikirimi surat peringatan yang berbunyi: “Anda menginginkan perang – tunggulah Nakba yang besar.”
Tinggal di Gua
Kejadian serupa menimpa warga desa Halaweh, beberapa kilometer dari Al-Khalil. Banyak keluarga Badui yang mengalami kekerasan dari pemukim ilegal bersenjata. Serdadu ‘Israel’juga menyapu seluruh desa.
“Tentara (‘Israel’) telah mengambil alih sebagian besar tanah kami,” kata seorang warga Badui.
“Anda lihat, tidak ada lagi jalan raya, tidak ada lagi padang rumput untuk hewan-hewan kami. Daerah ini sekarang digunakan oleh militer untuk latihan. Mereka (tentara ‘Israel’) datang, menghancurkan tenda-tenda dan bangunan kami. Jadi, kami sekarang menggali lubang di tanah, membuat gua, dan kami tinggal di sana.”
Menurutnya, kekerasan pemukim ilegal dan tentara Zionis membuat hampir 1.000 warga setempat terusir dari rumah-rumahnya. Ada sekitar 15 komunitas penggembala di daerah ini.
Sebuah tim dokter yang membawa obat-obatan ke daerah pedesaan kerap menyaksikan situasi yang mengerikan.
“Seringkali para pemukim dan tentara (‘Israel’) menembaki untuk mencegah kami membawa bantuan dan perawatan medis ke desa-desa. Mereka menutup jalan dengan pos pemeriksaan keliling, jadi kami harus meninggalkan banyak keluarga tanpa perawatan medis,” tambahnya.
“Kota Hantu”
Al-Khalil (Hebron) adalah salah satu kota terpadat di Tepi Barat. Terletak sekitar 32 km dari Yerusalem Timur, daerah ini dibagi menjadi dua (tahun 1997): H1 di bawah kendali administratif dan keamanan penuh Otoritas Palestina (PA), dan H2 yang secara administratif dijalankan oleh Otoritas Palestina namun dikendalikan oleh militer ‘Israel’. Penjajah-lah yang menentukan siapa yang boleh masuk atau keluar dari wilayah tersebut.
Al-Khalil merupakan kota tua bersejarah yang pernah menjadi salah satu pasar terindah di wilayah Timur Tengah. Namun kini seperti “kota hantu”. Aktivitas warganya dipantau secara ketat oleh penjajah. Kamera pengintai dan detektor dipasang setiap 90 meter di wilayah H2.
Tentara dan pemukim ilegal bersenjata terus berpatroli dengan seragam militer. Jalanan di kawasan berpenduduk 35.000 jiwa itupun menjadi sepi mencekam.
Tidak banyak warga Palestina yang berani keluar rumah. Umat Islam bahkan kesulitan untuk shalat berjamaah di Masjid Al-Khalil.
Fawaz adalah salah satu dari sedikit pedagang yang tersisa di Al-Khalil. MEE meminta tanggapan tentang kondisi kampungnya saat ini.
“Anda lihat dengan mata kepala sendiri. Meskipun kami berusaha berlindung, mereka terus melemparkan segala sesuatu ke arah kami dari jendela: batu, botol, sampah, bahkan kotoran. Hanya sedikit dari kami yang tersisa yang masih bisa membuka toko,” katanya.
“Namun semua yang ada di sini tidak segenting apa yang terjadi di Gaza. Tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pembantaian yang dialami rakyat kami di Gaza. Kami juga tidak bisa berteriak bahwa kami tidak bisa makan, ketika orang-orang dibantai di Gaza.”
Mereka begitu sedih dengan keadaan di Gaza. Dalam waktu yang sama, juga merasa khawatir jika perang di Gaza berakhir. Mereka menduga, kemungkinan besar ‘Israel’juga akan menghabisi warga di Tepi Barat.
Apalagi para pemimpin ‘Israel’, politisi, juga para pemukim ilegal telah berulang kali mengatakan akan terjadinya “Nakba kedua”. Tepi Barat akan di-Gaza-kan.
Situasi di Tepi Barat mencerminkan apa yang pernah disampaikan oleh Menteri Keuangan ‘Israel’saat ini, Bezalel Smotrich. Sekitar tujuh tahun yang lalu, ia menerbitkan sebuah makalah yang menolak solusi dua negara. Ia mengusulkan “kedaulatan penuh ‘Israel’ atas wilayah jantung Yudea dan Samaria” bersamaan dengan pembentukan “kota-kota dan pemukiman baru jauh di dalam wilayah tersebut dan membawa ratusan ribu pemukim tambahan untuk tinggal di dalamnya.”
Kata Smotrich, “Kemenangan akan menanamkan pemahaman pada kesadaran orang-orang Arab dan dunia bahwa negara Arab tidak akan pernah muncul di negeri ini.”
Saat ini Smotrich juga menjadi kepala administrasi sipil di Tepi Barat. Dia ingin mewujudkan visi lamanya. Pemerintahan memberinya kendali penuh atas hampir setiap aspek kehidupan warga Palestina.
Saat ini Mahkamah Internasional sedang bersidang mengenai kasus genosida oleh ‘Israel’, yang diajukan oleh Afrika Selatan. Namun banyak orang di Tepi Barat menduga bahwa apapun keputusannya tidak akan mengakhiri pendudukan 75 tahun ‘Israel’dalam waktu dekat.
“Segala sesuatunya menjadi lebih menakutkan dari sebelumnya,” kata seorang wanita muda kepada MEE.
Dimana Otoritas Palestina?
Wilayah Tepi Barat selama ini dikuasai oleh faksi Fatah. Namun setelah bertahun-tahun mengalami kebuntuan politik dan tidak adanya tindakan apapun terhadap ‘Israel’, popularitas partai yang tadinya dominan ini merosot ke rekor terendah.
Blok Aliansi Islam yang terkait dengan Hamas mengalahkan Gerakan Pemuda Mahasiswa yang berafiliasi dengan Fatah dalam pemilihan dewan mahasiswa di Universitas Nasional An-Najah di Nablus pada bulan Mei 2023 lalu. Para analis mengatakan bahwa hasil ini mencerminkan meningkatnya kemarahan terhadap kepemimpinan Fatah yang dipimpin oleh Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas (88 tahun).
Banyak warga yang menyatakan bahwa organisasi tersebut tidak berguna. Sejak Operasi Taufan Al-Aqsha 7 Oktober lalu, simpati terhadap Hamas di seluruh Tepi Barat meningkat.
Selama masa pertukaran tahanan belakangan ini, bendera Hamas semakin sering muncul. Dan di hampir setiap aksi demonstrasi, paduan suara yang memuji gerakan Palestina makin sering terdengar.
“Bagi warga Palestina, politik sangatlah penting. Saya adalah anggota Fatah. Saya lahir di partai ini, dan saya akan mati bersamanya. Namun, apa yang dilakukan Hamas untuk pertama kalinya, membalikkan keadaan. Banyak yang menuduh Fatah tidak berbuat banyak untuk perjuangan Palestina selama 25 tahun terakhir,” ujar seorang pria kepada MEE.
“Beberapa anggota partai (Fatah) telah mengembangkan kepentingan mereka sendiri dengan membuat kesepakatan dengan ‘Israel’, katanya demi kepentingan rakyat Palestina. Hamas, di sisi lain, telah menarik perhatian dunia. Itu sebabnya Anda sekarang sering melihat Hamas mengibarkan bendera, mendengarkan nyanyian mereka, bahkan oleh mereka yang bukan pendukungnya.”
Warga yang berbincang dengan MEE mengatakan, Otoritas Palestina terbukti tidak mampu atau tidak mau melawan serangan harian ‘Israel’ ke Nablus, dan tidak berusaha melindungi penduduk dari serangan pemukim ilegal. Banyak yang mulai mempertanyakan tujuan Otoritas Palestina jika tidak bisa membela Palestina.*/Pambudi
Baca:
Survei: Mayoritas Warga Palestina lebih ‘Sayang’ Hamas daripada Otoritas Palestina
Populernya Hamas, Meredupnya Otoritas Palestina dan Mahmoud Abbas