Mata dunia tertuju pada kejahatan Israel di Gaza, padahal kejahatan lain penjajah dan pemukim haram juga terjadi di Tepi Barat yang tidak terkendali tanpa ada proses hukum, mengkhawatirkan terulangnya tragedi Nakba
Hidayatullah.com | Nablus. Kota kuno ini dikenal sebagai Uncrowned Queen (ratu tak bermahkota) karena keindahannya. Konon didirikan oleh Kaisar Vespasianus (Romawi) pada tahun 70 M.
Wilayah ini terdiri atas perbukitan dan batu pasir. Ada banyak peninggalan bersejarah, seperti kanal zaman Romawi yang masih mengalir di bawah kota, melewati lokasi amfiteater.
Dahulu, Nablus menjadi jalur perdagangan antara Damaskus, Yerusalem, dan Kairo, serta pusat bisnis dan manufaktur. Saat ini pun menjadi basis bursa saham Palestina.
Namun kini kondisi Nablus telah berubah. Kota ini terus ditindas penjajah. Areanya dipenuhi oleh pemukiman ilegal Yahudi dan pangkalan militer ‘Israel’.
Sesungguhnya ada banyak kisah menyedihkan di Nablus. Namun kisah-kisah pilu itu seperti tersembunyi sehingga sebagian besar masyarakat internasional terdiam karena tak mengetahui.
Misalnya di area jalan ke selatan menuju Ramallah. Ada sebuah desa bernama Huwwara yang telah diduduki pemukim ilegal selama bertahun-tahun. Warga setempat sering mengalami kekerasan.
Pada bulan Februari 2023 lalu, pemukim ilegal menyerbu rumah-rumah warga asli Palestina di desa ini. Mereka membakar mobil, membihanguskan lahan pertanian dan merusak rumah. Tindakan terkutuk ini membuat warga asli Palestina senantiasa menderita.
Warga Palestina yang mencoba keluar dan masuk Nablus, terpaksa mengambil jalan memutar untuk menghindari pertemuan dengan serdadu ‘Israel’. Sungguh berisiko jika sampai berjumpa dengan tentara atau pemukim ilegal bersenjata.
Sejak Operasi Taufan Al-Aqsha 7 Oktober 2023, para pemukim ilegal telah melakukan lebih dari 200 serangan terhadap warga Palestina. Demikian data yang dihimpun oleh lembaga HAM B’Tselem dan Yesh Din, yang mendokumentasi beragam serangan di Tepi Barat.
Pada saat yang sama, serdadu ‘Israel’ telah membantai lebih dari 200 orang. Lebih dari 25% di antaranya adalah anak-anak.
Serangan pemukim ilegal makin menjadi-jadi sejak November 2023 lalu. Saat itu mestinya warga Palestina panen zaitun, sebuah momentum yang ditunggu-tunggu dan menyenangkan.
Namun para pemukim ilegal menghancurkan pohon yang amat berharga itu. Mereka menebang, membakar, atau meracuninya dengan bahan kimia.
Para pemukil ilegal kini semakin berani dan liar. Banyak petani setempat yang diusir dengan dihujani tembakan senapan mesin.

Kemudian para pemukim ilegal itu memanen zaitun seenaknya sendiri. Ekonomi warga pedesaan yang bergantung pada hasil pertanian pun seketika mati.
Menurut Peace Now, sejak Perjanjian Oslo tahun 1993 (dengan tujuan mendirikan negara Palestina di Tepi Barat dan Gaza terjajah), jumlah pemukim ilegal ‘Israel’di Tepi Barat meningkat dari sekitar 260.000 menjadi hampir 700.000 orang.
Mereka ilegal menurut aturan internasional, namun rezim Zionis terus memperluas pemukiman tersebut. Hal ini jelas melanggar hukum internasional dan Perjanjian Oslo.
Menurut PBB, pada tahun 2023, rata-rata per hari terjadi tiga insiden kekerasan oleh pemukim ilegal di Tepi Barat. Sejak tanggal 7 Oktober, angkanya meningkat dua kali lipat, dan lebih dari sepertiganya melibatkan senjata api.
Ancaman Nakba Kedua
Dilaporkan oleh Middle East Eye (MEE), warga khawatir kejahatan pemukim ilegal tidak dapat diproses hukum, baik oleh peradilan ‘Israel’ maupun internasional. Akibatnya, gerombolan itu akan semakin tak terkendali.
Beberapa mengkhawatirkan akan terulangnya tragedi Nakba. Yakni peristiwa pilu tahun 1948, ketika lebih dari 700.000 warga Palestina diusir dari kampung halaman. Hingga kini, mereka belum bisa kembali.
Tanda-tanda itu seolah makin nyata. Militer ‘Israel’dan pemukim ilegal terus-menerus melakukan serangan sehingga menyebabkan kehancuran dimana-mana.
“Tadi malam kami dibombardir oleh pesawat [‘Israel’]. Kemudian drone, penembak jitu, dan buldozer juga datang,” kata seorang pria Palestina yang enggan disebutkan namanya, di kamp pengungsi terpadat Balata, dekat Nablus.
Perumahan warga hancur. Hujan musim dingin dan lumpur membuat situasi semakin sulit.
Pria lainnya termenung di dekat puing-puing kamar tidurnya. Dinding rumahnya tampak banyak bekas peluru.
Ada pula sekelompok anak yang mengisahkan kejadian di kampungnya. Katanya, serdadu ‘Israel’menggeledah rumah-rumah sehingga mainan dan pakaian berserakan di mana-mana.
“Mereka menggedor rumah kami. Katanya ingin mencari senjata, tapi tidak ada apa-apa di sini,” kata salah satu anak laki-laki.
“Mereka menghancurkan barang-barang sehingga kami kesal. Mereka juga merobek buku dan catatan anak-anak. Mereka ingin menakut-nakuti dan mempermalukan kami.”
Seorang pria menyela: “Mereka memaksa kami menghadap tembok, sedangkan senapan diarahkan ke kepala kami. Mereka membentak: ‘Apakah kamu senang dengan tanggal 7 Oktober? Apakah kamu melihat Gaza sekarang? Apakah kamu akan menjadi yang berikutnya?”
Menjilat Sepatu
Banyak warga Balata yang ditangkap dan ditahan oleh ‘Israel’. Setelah bebas, mereka mengisahkan berbagai kejadian mengerikan.
Anas (27 tahun), ditendangi wajahnya saat ditangkap. Darah segar mengucur dan melumuri sepatu serdadu. Anas kemudian disuruh menjilati sepatu bot yang berlumuran darah itu.
Saat ini Anas belum bisa diajak bicara karena masih pemulihan di rumah sakit. Adhan, adik laki-lakinya, kemudian bercerita:
“Mereka menangkapi kami semua, membawa kami ke jalan, memborgol, dan membaringkan di tanah. Mereka kemudian memukuli kami. Anas yang paling parah. Mereka menendang wajahnya berkali-kali hingga pingsan. Seorang tentara memerintahkan agar dia menjilati darah di sepatu botnya. Namun Anas tidak bereaksi, sebab dia pingsan. Kami memanggil ambulans, tetapi mereka mencegah datangnya bantuan apapun.”
Kata Adhan, pemuikim ilegal dan serdadu ‘Israel’juga memukuli saudara perempuannya. Padahal wanita itu sedang menggendong bayi.
“Kami protes keras, ‘Bagaimana Anda bisa memukul perempuan yang sedang menggendong bayi?’” kata Adhan.
Semua kebrutalan itu terjadi di hadapan anak-anak, yang ketakutan dan berteriak-teriak. Salah satu anak, Ahmad, menangis menceritakan kejadian tersebut.
“Ada tentara yang memukuli orang-orang dengan kasar …” katanya terbata-bata.
Ibunya menambahkan, “Mereka mengatakan hal-hal kepada kami para wanita, yang tidak bisa saya ulangi perkataannya. Hinaan mengerikan yang sangat menyakitkan. Saya tidak nyaman menceritakan hal ini di depan umum, namun saya tahu bahwa penting untuk mengatakan hal ini. Dunia perlu tahu.”
Seorang pria menjelaskan, “Tentara (‘Israel’) tahu betul apa yang menyinggung perasaan Muslimah. Penghinaan yang mereka lontarkan sangat menjijikkan, sehingga tidak ada wanita yang mampu mengatakannya karena malu.”
Di berbagai tempat di Balata, hampir setiap saat warga menyetel televisi yang memberitakan tentang Gaza. Mereka tahu bahwa mata dunia saat ini lebih banyak tertuju ke tempat saudara-saudaranya itu. Warga Balata pun mendukung perjuangan mujahidin. Padahal mereka juga terus mengalami penderitaan yang tak terperikan.*/Pambudi