Hidayatullah.com—Lebih dari 27.000 warga Palestina kini dipastikan gugur ketika mesin perang brutal Israel terus memberikan hukuman kolektif terhadap warga Gaza pada hari Kamis (1/2/2024). Jumlah korban gugur warga Palestina melonjak menjadi 27.019 sejak 7 Oktober, demikian konfirmasi Kementerian Kesehatan Gaza.
Kementerian Kesehatan yang berbasis di Gaza mengeluarkan pernyataan ketika serangan mematikan Israel terhadap Gaza berlanjut hingga hari ke-118. Ia menambahkan bahwa 66.139 orang lainnya terluka dalam konflik yang sedang berlangsung.
Pernyataan tersebut mencatat, dalam 24 jam terakhir, tentara Israel melakukan 15 pembantaian di Jalur Gaza yang menyebabkan 118 orang gugur dan 190 lainnya luka-luka.
“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan dan tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” tambahnya dikutip Daily Sabah.
Rabu malam, militer Israel menyerbu Rumah Sakit Al-Amal yang dikelola Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) di Khan Younis, Gaza selatan, setelah pengepungan selama 10 hari.
“Pasukan pendudukan saat ini menyerbu alun-alun Rumah Sakit Al-Amal (dan) ditempatkan di depan gerbang luar bagian penerima tamu dan unit gawat darurat dan melepaskan tembakan gencar,” kata Bulan Sabit Merah di X.
“Meskipun terjadi pemboman dan tembakan, tim medis di Rumah Sakit PRCS Al-Amal di Khan Younis tetap bertahan dalam merawat korban luka dan pasien,” tambahnya.
“Hari ini, rumah sakit menerima tujuh korban gugur, termasuk seorang karyawan PRCS, dan merawat sembilan orang yang terluka. Pengepungan dan penargetan telah berlangsung selama sepuluh hari berturut-turut.”
Sebelumnya pada hari Rabu, Kementerian Kesehatan Gaza telah melaporkan 150 kematian dan tambahan 313 cedera.
Penjajah Israel telah menggempur daerah kantong Palestina sejak serangan pejuang Hamas membalas penodaan Zionis di Masji Al-Aqsha pada 7 Oktober, yang menewaskan hampir 1.140 warga ‘Israel’.
Penjajah kemudian membalas dalam sebuah agresi besar-besaran yang mengakibatkan sekitar 85% warga Gaza mengungsi, sementara semuanya mengalami kerawanan pangan, menurut PBB.
Ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung, dan kurang dari separuh truk bantuan yang memasuki wilayah tersebut dibandingkan sebelum konflik dimulai.*