Hidayatullah.com– Pewaris tahta Kerajaan Inggris Pangeran Wiliam menyeru agar pertempuran di Jalur Gaza segera diakhiri.
Pernyataan semacam ini sangat jarang dan merupakan tindakan tidak biasa menurut standar keluarga Kerajaan Inggris.
Dilansir Euronews, dalam sebuah pernyataan yang dirilis kantornya di Istana Kensington hari Selasa (20/2/2024), Pangeran William mengatakan bahwa pentingnya situasi perdamaian yang langgeng terkadang baru disadari ketika sudah banyak korban berjatuhan dan banyak manusia yang menderita.
Namun, di dalam pernyataan itu Pangeran William tidak dengan tegas menyerukan gencatan senjata, isu yang masih akan diperdebatkan hari Rabu (21/2/2024) di House of Commons, majelis rendah parlemen Inggris, lansir Euronews.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan peringatan bahwa malnutrisi merebak di Gaza, di mana sangat sedikit bantuan yang diperbolehkan masuk sementara ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal dan tidak memiliki apapun untuk bertahan hidup.
Angka kematian terus meningkat, di tengah kekhawatiran pasukan Zionis Israel memperluas daerah target serangan ke Rafah, di mana kebanyakan orang Gaza berlindung.
Di dalam pernyataan, William memilih kata-kata dengan sangat hati-hati dan lebih fokus menyoroti isu kemanusiaan dan menghindari kalimat yang menunjukkan keberpihakan kepada salah satu kubu.
Dia menyoroti begitu banyak nyawa manusia yang menjadi korban sejak peperangan Hamas-Israel pecah pada Oktober tahun lalu. Dia mendesak agar bantuan kemanusiaan segera dikirim masuk ke Gaza.
Seperti halnya banyak orang lain, kata William, dia ingin “pertempuran segera diakhiri secepat mungkin “.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sejak ayahnya, Raja Charles III, sakit dan dikabarkan mengidap kanker, Pangeran William lebih sering tampil ke publik dan menjalankan tugas-tugas publiknya sebagai anggota keluarga Kerajaan Inggris.
Dalam agenda kerjanya, Pangeran William dijadwalkan bertemu dengan para pekerja bantuan di kawasan konflik itu, dan menghadiri acara diskusi terpisah di sebuah sinagoge dengan kalangan pemuda dari berbagai aliran keagamaan yang berkampanye menentang anti-semitisme alias kampanye pro-Yahudi.*