Hidayatullah.com– Pemimpin Al-Qaeda cabang Yaman Khalid Al-Batarfi sudah meninggal dunia, kata kelompok militan itu hari Ahad malam (10/3/2024), tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Dia digantikan Saad bin Atef Al-Awlaki.
Al-Qaeda merilis video yang menunjukkan Al-Batarfi terbungkus kain kafan dan bendera hitam-putih Al-Qaeda. Tidak dijelaskan apa penyebab kematiannya dan tidak tampak ada trauma (lebam, bekas luka atau sejenisnya) di bagian wajahnya. Al-Batarfi diyakini berusia 40-an awal, menurut SITE Intelligence Group seperti dilansir Associated Press Senin (11/3/2024).
Al-Qaeda mengumumkan kematian pemimpinnya tersebut di malam pertama bulan Ramadhan 1445 Hijiriyah di Yaman yang memulai puasa pada hari Senin ini.
Pemerintah Amerika Serikat memasang sayembara $5 juta untuk kepala Khalid Al-Batarfi.
Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP), sejak lama dipandang sebagai kelompok bersenjata paling berbahaya ketika masih dipimpin mendiang pendirinya Osama bin Laden.
Al-Qaeda cabang Yaman mengatakan Saad bin Atef Al-Awlaki ditunjuk sebagai pemimpin mereka yang baru.
Al-Awlaki dihargai $6 juta kepalanya oleh Amerika Serikat, karena dia secara terbuka memyerukan serangan terhadap Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Al-Qaeda cabang Yaman dianggap Washington sebagai jaringan teroris paling berbahaya sejak mereka pada 2009 berusaha mengebom sebuah pesawat komersial di atas wilayah Amerika Serikat. Kelompok itu juga dituding sebagainotak serangan 2015 atas kantor majalah satir Charlie Hebdo di Prancis.
Al-Batarfi mengambil alih kepemimpinan kelompok yang dikenal dengan akronimnya AQAP itu pada Februari 2020. Dia menggantikan Qassim Al-Rimi, yang terbunuh dalam serangan drone AS yang diperintahkan oleh presiden kala itu Donald Trump.
Al-Rimi dituduh sebagai otak serangan tahun 2019 atas US Naval Air Station Pensacola di mana seorang pilot yang dilatih Arab Saudi menewaskan tiga pelaut AS.
Al-Batarfi, dilahirkan di Riyadh, Saudi Arabia, bepergian ke Afghanistan pada 1999 dan ikut bertempur bersama Taliban saat invasi pimpinan AS.
Dia kemudian bergabung dengan AQAP pada 2010 dan memimpin pasukan yang merebut daerah di Provinsi Abyan, menurut Amerika Serikat.
Pada 2015, dia dibebaskan setelah pasukan AQAP berhasil menguasai Mukalla, ibunkota provinsi terbesar di Yaman, Hadramawt, di tengah kekacauan yang membuat pasukan pemberontak Syiah Houthi berhasil menguasai ibu kota Sanaa, ketika pasukan koalisi pimpinan Ara Saudi mulai memerangi Houthi.
AQAP kemudian berhasil dipukul keluar Mukalla, tetapi masih terus melakukan serangan dan pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush mereka menjadi target serangan drone Amerika Serikat.
Pada 2020, ada klaim bahwa Al-Bartafi ditangkap , tetapi kemudian dibantah.
Pada 2021, Al-Bartafi menyebut kerusuhan 6 Januari di gedung Capitol AS – ketika pendukung Donald Trump berusaha menggagalkan hasil pemilu presiden yang dimenangkan Joe Biden – “hanyalah puncak gunung es dari apa yang akan datang kemudian terhadap mereka, Insyaallah.”*