Hidayatullah.com – Diperkirakan 1 dari 26 warga Uyghur di wilayah Turkistan Timur (Xinjiang), Cina, berada di balik jeruji besi. Angka itu merupakan tingkat penahanan tertinggi di dunia. Demikian laporan Uyghur Human Rights Project (UHRP) yang dilansir akhir bulan lalu.
Warga Uyghur dan berbagai etnis Turkistan yang dipenjara diperkirakan berjumlah 3.814 per 100.000 orang. Artinya, 47 kali lebih tinggi daripada angka keseluruhan di Cina yang berjumlah 80 per 100.000 orang.
Jumlah tersebut bahkan tiga kali lipat dibandingkan di El Salvador, yang disebut memiliki tingkat penahanan tertinggi di dunia, yaitu 1.086 per 100.000 orang.
Diperkirakan jumlah warga Uyghur dan etnis lainnya yang berada di penjara pada tahun 2022 sebanyak 578.500 orang. Jumlah tersebut sama dengan 1/3 dari total populasi penjara, meskipun jumlah etnis tersebut hanya 1% dari keseluruhan populasi di China.
Tertinggi Kematian di Penjara
Banyak di antara warga Uyghur yang dipenjara merupakan tokoh masyarakat. Misalnya Rahile Dawut, seorang ahli cerita rakyat dan etnografer. Ia divonis bersalah pada Desember 2018 karena dianggap terlibat “separatisme” dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Ada pula Gulshan Abbas, seorang pensiunan dokter. Gulshan dijatuhi hukuman penjara yang lama atas tuduhan “terorisme”. Dia menghilang bersama kerabat lainnya pada September 2018. Saudara perempuannya, Rushan Abbas, mantan karyawan Radio Free Asia, saat ini menjadi direktur eksekutif Campaign for Uyghurs.
Situasi sebenarnya di Turkistan Timur mungkin lebih buruk lagi, kata peneliti senior UHRP, Ben Carrdus, yang menulis laporan tersebut.
“Mereka hanyalah orang-orang yang dipenjara. Itu belum termasuk orang-orang yang mungkin masih berada di kamp-kamp konsentrasi,” katanya kepada Radio Free Asia (2/5/2024).
Diperkirakan ada 1,8 juta warga Uyghur dan etnis lainnya yang ditahan secara sewenang-wenang di kamp yang disebut oleh pemerintah Cina sebagai pusat pelatihan kejuruan. Faktanya, kamp-kamp tersebut menjadi tempat indoktrinasi warga Uyghur agar berubah menjadi sosok Cina, serta menjadi tempat pelanggaran HAM yang parah, termasuk penyiksaan, sterilisasi paksa terhadap perempuan, dan kerja paksa.
Baca juga: China Paling Banyak Penjarakan Wartawan, Mayoritas Warga Uighur
Rezim komunis Cina mengklaim bahwa kamp-kamp tersebut telah ditutup. Cina juga mengatakan bahwa mereka diatur oleh hukum. Namun menurut Carrdus, hukum yang dimaksud adalah yang sesuai dengan keinginan Partai Komunis Cina.
“Menggunakan hukum tidak berarti mereka menggunakan keadilan. Apa yang mereka lakukan adalah menggunakan instrumen tersebut untuk menindas orang-orang Uyghur,” katanya.
“Ribuan orang telah dijatuhi hukuman penjara, sebagian besar melalui pengadilan yang sangat tidak adil.”
Laporan UHRP juga menunjukkan bahwa etnis Uyghur memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi di penjara dibandingkan kelompok etnis lainnya. Meskipun angka hukuman mati tidak diketahui oleh umum karena dianggap sebagai rahasia negara.
UHRP menemukan data tentang banyaknya warga Uyghur yang menerima hukuman berat, setidaknya 10 tahun penjara, hanya karena tindakan kecil seperti mempelajari al-Quran atau mengajarkannya kepada anak-anak. Bahkan ada yang sampai tingkat hukuman mati.
UHRP mendesak komunitas internasional untuk tidak melupakan warga Uyghur. Meskipun pihak berwenang di Tukistan Timur mengaku telah menutup kamp-kamp konsentrasi, namun mereka malah mengirim warga Uyghur ke penjara.
“Saya dapat mengatakan dengan keyakinan 100%, keadaan tidak menjadi lebih baik,” kata Carrdus.*
Baca juga: Tiongkok Mendorong ‘Chinaisasi Islam’ di Xinjiang saat Ramadhan