Hidayatullah.com– Dewan Keamanan Nasional Iran menangguhkan penerapan “undang-undang hijab dan kesucian”, yang seharusnya berlaku mulai hari Jumat (13/12/2024).
Presiden Massoud Pezeshkian menyebut legislasi itu “ambigu dan perlu ada perubahan”, lansir BBC Senin (16/12/2024).
UU baru tersebut memberikan ancaman hukuman yang lebih berat kepada para wanita dan perempuan yang menampakkan rambut, lengan bawah atau bagian kaki bawah.
Pelaku pelanggaran berulang dan orang yang mengolok-olok UU tersebut diancam dengan hukuman denda lebih berat dan masa kurungan penjara yang lebih lama yaitu hingga 15 tahun. Pihak pemilik usaha atau toko juga diharuskan melaporkan siapa siapa yang melanggar peraturan tersebut.
Saat kampanye pemilihan presiden bulan Juli, Pezeshkian secara terbuka mengkritik perlakuan terhadap kaum perempuan di Iran dalam masalah hijab. Dia berjanji akan melakukan perubahan terhadap UU hijab yang membuat perempuan – terutama generasi muda – yang merasa frustasi dengan kontrol ketat pemerintah terhadap cara mereka berpakaian.
Masoumeh Ebtekar, seorang bekas wakil presiden Iran untuk urusan wanita dan keluarga, juga mengkritik UU baru tersebut. “Legislasi baru itu merupakan dakwaan terhadap setengah dari populasi perempuan Iran,” kata politisi wanita senior itu.
Perdebatan hijab di Iran kembali hidup pekan lalu ketika Parastoo Ahmadi, seorang penyanyi wanita populer Iran, ditangkap setelah menggelar konser tanpa penonton langsung di platform YouTube dengan tidak mengenakan hijab.
Penangkapan Ahmadi dan teman-teman bandnya mengundangn protes dan kemarahan masyarakat, sehingga pihak berwenang melepaskan mereka keesokan harinya.
Menyusul kematian gadis Kurdi Mahsa Amini pada 2022 yang menyulut aksi demonstrasi besar di berbagai daerah di Iran, selama dua tahun terakhir semakin banyak wanita dan perempuan muda di Iran yang berani melanggar peraturan berpakaian dengan bepergian ke luar rumah dengan penutup rambut sekadarnya atau bahkan sama sekali tidak mengenakan hijab.
Pekan lalu, lebih dari 300 pegiat hak asasi manusia, penulis dan jurnalis secara terbuka mengecam UU hijab yang baru, menyebutnya “tidak sah dan tidak dapat dilaksanakan” dan mendesak Pezeshkian untuk menepati janji kampanyenya.
Para pendukung Pezeshkian meyakini UU baru itu tidak akan membuat para wanita dan perempuan muda gentar dan bahakan bisa jadi justru akan memperburuk keadaan.
Keputusan Presiden Pezeshkian untuk menangguhkan UU itu mengindikasikan bahwa penguasa di Iran – yang sesungguhnya dipegang oleh pemimpin spiritual Syiah – khawatir gelombang besar demonstrasi anti-pemerintah akan terjadi lagi apabila pelaksanaannya dipaksakan.*