Hidayatullah.com— PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST), pemegang lisensi waralaba KFC di Indonesia, mencatat kerugian bersih signifikan sebesar Rp796,71 miliar sepanjang tahun 2024. Angka ini melonjak 91,67% dibandingkan kerugian tahun sebelumnya sebesar Rp415,65 miliar.
Dalam laporan keuangan yang dirilis Selasa (22/4), FAST mengungkap penurunan pendapatan sebagai penyebab utama. Total pendapatan anjlok 17,84% menjadi Rp4,87 triliun, dari Rp5,93 triliun pada 2023, mengutip laporan keuangan konsolidasian, dikutip RCTI Plus, Selasa (22/4/2025)..
Penurunan terjadi di seluruh lini pendapatan: makanan dan minuman turun menjadi Rp4,85 triliun, komisi penjualan konsinyasi menjadi Rp19,57 miliar, serta layanan antar hanya mencatat Rp1,91 miliar.
Manajemen FAST menyebutkan, “Dua masalah ini telah berdampak negatif terhadap hasil Grup untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2024,” mengacu pada memburuknya situasi pasar akibat Krisis Timur Tengah dan pelemahan daya beli masyarakat.
Meski tak secara eksplisit disebut dalam laporan resmi, anjloknya penjualan makanan dan minuman yang menjadi core revenue FAST mengindikasikan adanya penurunan minat konsumen yang lebih dalam dari sekadar faktor ekonomi. Penurunan pendapatan juga berbanding lurus dengan pengurangan 47 gerai dan pemangkasan 2.883 karyawan sepanjang tahun 2024, menyisakan total 13.106 tenaga kerja di akhir tahun.
Di sisi keuangan, total aset FAST turun dari Rp3,91 triliun menjadi Rp3,53 triliun. Ekuitas tergerus drastis menjadi hanya Rp127,73 miliar, dari sebelumnya Rp723,88 miliar. Posisi kas juga menyusut tajam menjadi Rp64,82 miliar dari Rp208,85 miliar.
Dampak Ekonomi Gerakan Boikot
Sebelum ini, media Tiongkok, South China Morning Post (SCMP), dalam artikelnya “KFC Indonesia Closes More Stores as Anti-Israel Boycott Causes Surge in Loss” melaporkan bahwa KFC Indonesia mempercepat penutupan gerainya untuk menekan kerugian besar akibat boikot produk ‘Israel’ yang semakin gencar di Indonesia.
“KFC Indonesia telah mempercepat penutupan gerai dan melakukan PHK untuk menekan kerugian yang terus meningkat akibat kampanye boikot terhadap produk yang dianggap memiliki keterkaitan dengan Israel,” demikian penjelasan SCMP.
Sementara itu, Prof Dr Tika Widiastuti SE M Sc, guru besar ekonomi Universitas Airlangga Surabaya mengatakan gerakan “aksi boikot produk Israel” yang semakin merajalela di dalam negeri memiliki dampak besar pada kelangsungan usaha dan bisnis perusahaan di Indonesia.
Menurut Prof Tika, dampak dari boikot bukan hanya terbatas pada penurunan penjualan. Tapi, dapat mencakup risiko penutupan perusahaan dan perubahan struktural dalam industri terkait.
“Boikot dapat merugikan perusahaan-perusahaan yang secara langsung terlibat dalam produksi dan distribusi produk pro-Israel, mengancam lapangan pekerjaan yang terkait dengan kegiatan ini. Selain itu, dampaknya bisa meluas ke sektor-sektor terkait, termasuk pemasok bahan baku lokal dan jaringan distribusi,” ungkapnya di laman resmi Unair.
Hal ini juga diakui PT Fast Food Tbk (FAST) bahwa imbauan boikot berpengaruh terhadap penjualan jaringan restoran miliknya.
“Efek boikot terhadap produk kami mencakup penurunan penjualan dan transaksi bisnis kami,” tulis manajemen FAST dalam laporan yang dirilis akhir 2023 dikutip Republika Online.*