Hidayatullah.com– Kekhawatiran besar tengah membayangi militer penjajah ‘Israel’. Ribuan bom dan roket yang dijatuhkan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 dilaporkan gagal meledak—dan kini sebagian mulai jatuh ke tangan warga, bahkan pejuang Hamas.
Organisasi kemanusiaan internasional Handicap International mengungkapkan bahwa dari sekitar 45.000 bom yang dijatuhkan ‘Israel’ antara Oktober hingga pertengahan Januari, sedikitnya 3.000 bom tidak meledak.
Bom-bom mematikan ini kini tersebar di berbagai sudut Gaza, dari reruntuhan rumah warga, lorong sempit kamp pengungsian, hingga halaman sekolah-sekolah PBB.
“Dari 45.000 bom tersebut, 3.000 belum meledak dan akan menimbulkan risiko tambahan bagi warga sipil yang kembali ke daerah asal mereka mengungsi,” kata Jean-Pierre Delumier, Wakil Direktur Operasi Internasional Handicap International, seperti dikutip Radio France Internationale.
Sebuah foto mengguncang publik internasional: warga Palestina di Gaza tengah mengangkut roket ‘Israel’ yang belum meledak dari halaman sebuah sekolah dasar PBB. Pemandangan memilukan ini menunjukkan betapa bom-bom ini bukan hanya ancaman langsung, tapi juga menandai babak baru ketakutan—sebuah perang yang tak selesai meski senjata sudah diam.
Bom-Bom ‘Israel’: Warisan Mematikan
Charles Birch, pakar penjinakan bahan peledak dari Badan Aksi Ranjau PBB, menyatakan kepada Washington Post bahwa Gaza kini dipenuhi “senjata mematikan yang tidur”—dari roket darurat hingga amunisi canggih buatan Amerika Serikat.
“Kontaminasinya akan luar biasa, seperti sesuatu dari Perang Dunia II,” ujarnya dengan nada serius.
Lebih dari sekadar ancaman sesaat, Birch menegaskan bahwa bom-bom yang belum meledak ini bisa menjadi warisan mematikan bagi generasi mendatang.
“Ini mungkin merupakan ancaman paling luas. Bahkan jika perang berhenti hari ini, warga Gaza akan tetap hidup bersama kematian yang mengintai dari balik puing-puing,” lanjutnya.
Potensi Balik oleh Hamas
Di tengah kehancuran dan kekacauan, kekhawatiran lain muncul: kemungkinan bom-bom yang gagal meledak direkayasa ulang oleh Hamas atau faksi pejuang lainnya.
Meskipun hingga kini belum ada laporan resmi mengenai penggunaan kembali senjata tak meledak ini, para analis militer menyebut situasinya “membuka ruang bahaya tak terduga.”
“Bayangkan, bahan peledak aktif dari bom-bom canggih ini dapat diubah menjadi senjata baru oleh pihak mana pun yang memiliki kemampuan teknis. Ini menjadi mimpi buruk bagi militer ‘Israel’,” ujar seorang analis pertahanan Timur Tengah yang tak mau disebutkan namanya.
Diketahui, jumlah bom yang belum meledak di Jalur Gaza sebagai akibat dari serangan genosida angkatan udara dalam satu setengah tahun terakhir sangat signifikan.
Pada akhir 2024, lebih dari 40.000 serangan udara IDF di Jalur Gaza telah dilakukan. Pusat Aksi Ranjau PBB memperkirakan bahwa 5-10 persen dari mereka tidak meledak.
Awal tahun 2025, Angkatan Udara penjajah mengetahui setidaknya 3.000 peluru yang belum meledak yang tersisa setelah serangan ini.
Setiap bom berharga $ 20.000 (Rp. 328.784.058) hingga $ 30.000 (Rp 416.250.000), yang berarti bahwa eksploitasi bom yang belum meledak di tangan Hamas untuk tujuan memproduksi IED.
Menurut para pengamat, penggunaan bom yang tidak meledak menjadi senjata mematikan oleh para pejuang Hamas tidak rumit; mereka memotong bom, mengeluarkan bahan peledak dan mengangkutnya ke kotak logam besar untuk digunakan sebagai tabung.
Dalam kasus lain, mereka mengambil bom apa adanya, dan mengikatnya dengan kawat ledakan dan mengembalikannya untuk tentara ‘Israel’ sendiri. * aj