Hidayatullah.com–Belum lama Indonesian Muslim Society in Qatar -Persatuan Masyarakat Indonesia di Qatar (IMSQA PERMIQA) berkesempatan menghadirkan seorang ulama Indonesia Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Yaqub MA, Guru Besar Ilmu Hadits di Institut Ilmu Al Quran (IIQ) dan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Selama berada di Qatar, Ali Mustafa Yaqub menjelaskan berbagai perkembangan Islam di Indonesia. Tak lupa pakar hadits ini juga menjelaskan sejarah syiahisasi dan kaitannya dengan negeri khatulistiwa.
Menurutnya, sejarah mencatat bagaimana negeri Persia (atau Iran sekarang) pada awal mula setelah penaklukan oleh para Sahabat Rasulullah Shallalahu alaihi wassa menjadi sebuah negeri yang subur dengan para ulama Ahlus Sunnah dan pendekar-pendekar pembela Islam.
Diantara ulama-ulama Sunnah ini adalah Imam Shams-ud-Din Kermani (w786M), Ishaq Ibn Rahwayh (w853M), Imam al-Bukhari (w870M), Imam Abu Dawood (w889m), Imam Al-Juwayni (w1085m), Imam Al-Bayhaqi (w1066M), Imam Al-Ghazali (w1111M), Imam Abu Abdullah al-Hakim Nishapuri (w1012M), Imam alSarakhsi (w1096M), Imam al Taftazani (w1390M), dan lainnya.
Mereka adalah ulama mu’tabar yang menjadi rujukan dalam ilmu-ilmu keislaman dan telah menghasilkan kitab-kitab yang abadi hingga yaumil qiyamah.
Kegemilangan peradaban Islam ini akan tetapi alangkah malangnya harus berganti dengan peradaban yang menyimpang dari fitrah Islami yang digariskan Rasulullah dan para Sahabatnya ra.
Peradaban menyimpang ini adalah peradaban aliran Imam dua belas yang sangat kelam dan gelap. Inilah dinasti yang menurut Mustafa dikenal sebagai nama Dinasti Safawiyah yang berlangsung dari tahun 1501 hingga 1722.
Prof. K.H. Ali Mustafa Yaqub menjelaskan bagaimana Raja dari Dinasti Safawiyah ketika mulai berkuasa mengumumkan sumpahnya untuk menyebarkan akidah syiah ini ke seluruh penjuru dunia dan melakukan syiahisasi besar-besaran dengan membasmi dan membunuhi orang-orang ahli sunnah.
Berbasis di Iran, sang Raja dinasti ini bersumpah menyebarkan syiah ke negeri-negeri muslim di sekitarnya. Dimulai dari Iraq, Suriah, Lebanon, Bahrain, dan seterusnya.Negeri khatulistiwa dan negerinya para sunan-sunan tentulah tidak terkecuali.
Ali Musthafa Yaqub mengisahkan di tahun 1984 ketika berkunjung ke Teheran sudah ada sekitar 150 mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di negeri mullah dan penghalal mut’ah ini.
Sekarang menurutnya, sudah ada sekitar 3000 mahasiswa yang menuntut ilmu di negeri mullah ini.
Saat ditanya tentang pendekatan dan dialog antara syiah dan Ahlu Sunnah, Ali Musthafa Yaqub mengatakan hal itu hanya pepesan kosong.
“Bagaimana mau berdialog kalau mereka mencaci maki para sahabat besar Abu Bakar Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum…!” tegasnya.
Ia mengaku hingga saat ini tawaran mengunjungi negeri Syiah sudah berulang kali namun ia berulang kali pula menolak seraya mengatakan,”baik saya terima undangannya namun waktunya masih belum pas,” ujarnya yang mengaku baru saja menolak undangan Duta Besar Iran di Indonesia secara halus.
“Kalau seandainya seorang rakyat biasa Ali Mustafa Yaqub yang diundang ke Iran maka tentulah tidak besar dampaknya. Akan tetapi apabila seorang Imam Masjid Negara, Masjid Istiqlal diundang ke negeri mullah dan bertemu serta berpelukan dengan ulama-ulama Syiah di sana maka tentu tersebarlah fitnah diantara umat Islam,” ujarnya.*/kiriman Ady Chandra Effendy, Doha, Qatar