Hidayatullah.com— Fakta menunjukkan, umat Islam di Indonesia diarahkan kembali kepada awal sejarah, di mana agar kepercayaan animisme dan dinamisme lebih dominan dibanding Islam.
Propaganda ini digerakkan secara masif, terstruktur dan sistematis oleh kalangan orientalis. Misalnya diarahkan seolah-olah peradaban di Indonesia berasal dari agama Hindu, bukan dari Islam.
Demikian disampaikan peneliti sejarah Tiar Anwar Bachtiar dalam sesi perkuliahan berjudul “Hinduisasi dalam Sejarah Indonesia” yang diselenggarakan komunitas Indonesia Tanpa JIL (ITJ) hari Kamis, 23 Oktober 2014, di Aula INSISTS, Jl. Kalibata Utara No.84, Jakarta Selatan.
“’The History of Java’ merupakan sebuah buku yang ditulis oleh orientalis bernama Thomas Stamford Raffles. Buku ini diklaim oleh pihak Belanda sebagai buku sejarah pertama yang menjelaskan tentang sejarah Pulau Jawa. Padahal, sebelumnya sudah ada Babad Tanah Djawi yang ditulis oleh penulis pribumi, namun dengan segala cara Belanda melucuti kebenaran itu,” ucap Tiar dalam kuliah Sekolah Pemikiran Islam (SPI) ini.
Lebih lanjut, Tiar juga menjelaskan bahwa umat Islam di Indonesia dalam catatan sejarah diarahkan untuk kembali kepada ‘asal’ atau ‘yang asli’. ‘Asli’ yang dimaksudkan di sini adalah kepercayaan animisme dan dinamisme.
Propaganda ini digerakkan secara masif, terstruktur dan sistematis dari Hinduisasi yang merupakan upaya mainstream untuk menjelaskan bahwa peradaban di Indonesia berasal dari agama Hindu. Intinya, umat Muslim di Indonesia hanya Muslim diluarnya saja, namun di dalam jiwa dan darah yang mengalir tetaplah seorang Hindu.
Tidak hanya sampai di situ, orientalis lainnya seperti William Marsden juga membuat buku The History of Sumatera dengan tujuan yang sama, yaitu melucuti jati diri nenek moyang pemeluk Islam. Karena di ranah Minang tidak ditemukan candi seperti di Pulau Jawa, maka William ‘memutar otak’ dan membuat spekulasi lain, yaitu dengan menggarisbawahi hukum adat.
“Islam adalah ‘benda asing’, sedangkan adat inilah yang menjadi karakter dasar masyarakat Sumatera. Setelah itu, adat ini pun dipertentangkan dengan agama, khususnya Islam. Kesimpulan yang dibuat kemudian adalah bahwa masyarakat Sumatera aslinya tidak berkarakter Islam,” ujar ustadz Tiar Anwar saat menjelaskan poin-poin yang dibicarakan oleh Marsden.
“Alhamdulillaah, kuliah SPI yang ketujuh ini membuka sejarah keislaman di Indonesia. Fakta yang sangat bertolak belakang dengan pelajaran sejarah yang saya dapatkan di bangku sekolah,” demikian komentar Adif, salah satu peserta SPI yang berasal dari KAMMI Komisariat Al-Faruq.*/kiriman Refvhyta G. Respatih (Jakarta)