Hidayatullah.com–Masyarakat dan pemerintah di Aceh diharapkan harus berani menerapkan aturan hukum syariat Islam seperti yang saat ini tercantum dalam Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Ini perlu mendapat dukungan seluruh umat Islam di provinsi ini, dengan meningkatkan pemahaman dan dakwah akan pentingnya hukum Islam dilaksanakan di tengah-tengah umat sebagai bentuk implementasi syariat Islam secara kaffah.
Apalagi, hukum syariat Islam tersebut secara yuridis dan legal formal telah diakui oleh negara untuk diterapkan di Provinsi Aceh sebagai daerah yang berlaku aturan khusus dengan keberadaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA).
Pernyataan itu disampaikan Pendiri Ashabul Kahfi Islamic Centre Sydney, Australia, Dr. Teuku Chalidin Yacob, MA, JP saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (04/11/2015) malam.
“Aceh saat ini dalam bingkai syariat, telah sangat merdeka untuk menjalankan aturan hukum syariat Islam dengan pemberlakuan Qanun Hukum Jinayat sebagai hukum positif. Karenanya, jangan ada lagi keraguan sedikitpun, kita harus berani menjalankannya,” ujar Chalidin Yacob.
Menurutnya, kemerdekaan untuk menjalankan hukum syariat Islam merupakan suatu kebahagiaan tersendiri yang harus disyukuri oleh seluruh umat Islam di Aceh. Karena selain ini perintah Allah Subhanahu Wata’ala yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, negara Republik Indonesia juga sudah memberikan keleluasaan untuk merapkan hukum jinayat, tanpa ada satu pihak pun yang bisa melarangnya.
“Sekarang semua sangat tergantung masyarakat dan pemimpin pemerintah kita di Aceh. Masuklah dalam Islam secara kaffah, hukum jinayat wajib ditegakkan karena ini perintah Allah, sebagaimana halnya kita wajib melaksanakan shalat, puasa, zakat dan haji,” ungkapnya.
Anggota Dewan Nasional Imam Australia (Australian National Imams Council – ANIC) ini menambahkan, dosa besar bagi umat Islam yang berani menolak dan terus mempersoalkan hukum Allah ditegakkan.
“Allah Subhanahu Wata’ala lebih tahu tentang hukum Islam ini sebenarnya sangat bermanfaat bagi hamba-Nya dan melindungi kehidupan. Hukum Islam ini sudah sesuai untuk kita. Jika ada diantara kita umat Islam yang masih risau dan khawatir dengan hukum Islam ini, barangkali karena ada yang belum paham saja,” terang Ketua Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) Australia ini.
Chalidin Yacob juga berharap kepada umat Islam di Aceh agar jangan sampai terlalu fobhia atau takut berlebihan jika hukum jinayat diterapkan.
“Masak umat Islam merasa cemas dengan hukum Islam, ini kan aneh. Ini untuk keselamatan kita di dunia dan akhirat kelak. Ini pasti mampu kita laksanakan, karena jika tidak mampu pasti tidak Allah suruh,” sebut pria Aceh yang sudah 30 tahun lebih menetap dan berdakwah di Australia.
Menyangkut adanya suara-suara sumbang dari aktivis Hak Azasi Manusia (HAM) dan pihak asing yang terus menyorot pemberlakuan hukum jinayat di Aceh, Chalidin Yacob menegaskan, jangan terlalu mendengarnya, karena mereka pasti akan terus mencari celah untuk menggagalkannya.
”Jangat beri peluang aktivis HAM untuk ngomong hukum Islam menurut persepsi mereka. Hukum Islam itu tidak boleh dipersepsikan sekendak hati versi HAM barat ciptaan manusia. Pedoman kita, bagaimana perintah Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan Hadits, itu saja yang kita ikuti, bukan HAM versi barat,” tegasnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) Pusat periode 1986-1989 yang pernah menolak azas tunggal Pancasila pada masa Presiden Soeharto berkuasa ini, menambahkan, hal paling penting terus dilakukan adalah bagaimana memberi pemahaman hukum jinayat kepada masyarakat Islam di Aceh yang dimulai dari rumah tangga masing-masing Muslim, jangan menghiraukan suara pihak asing.
“Ada juga yang paham tapi kadang mereka terpengaruh juga pada yang tidak paham. Ini menjadi tugas bersama untuk terus kita dakwahkan sebagai jihad di tengah umat. Jangan kita berdiam diri, karena diam akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah kenapa kamu tidak mau perjuangkan hukum Islam,” jelasnya.
Dalam pelaksanaan dan sosialisasi qanun jinayat, Chalidin Yacob juga berharap agar jangan terlalu dibesar-besarkan sisi negatif yang ditonjolkan, tapi lebih banyak dijelaskan manfaat qanun jinayat kenapa zina, homoseksual, lesbian dan lainnya itu dilarang dalam Islam.
Selain itu, perlu juga disusun kurikulum jinayat dalam bentuk silabus untuk memberi pemahaman mulai dari anak usia sekolah 5-15 tahun untuk pengenalan hukum jinayat, agar jangan hanya yang dipikir itu punishment saja. “Tidak terlambat kita, akademisi bisa ikut juga merumuskan kurikulum dan silabus jinayat,” harapnya.*/ Teuku Zulhairi (Aceh)