Oleh : Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Hidayatullah.com–HARI Ahad 17 Maret 2019 bertepatan dengan 10 Rajab 1440 H, menjadi hari yang istimewa bagi saya. Setelah lama menanti untuk bisa berangkat ke Tanah Suci, melaksanakan ibadah umroh, ziarah ke makam Rasulullah ﷺ, dan bersilaturrahim kepada Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS), akhirnya kesempatan itu datang juga.
Tepat setelah shalat Zuhur di Masjidil Haram, seorang teman dekat yang juga orang dekat HRS mengontak saya melalului WhatsApp (WA), mengabarkan, HRS siap untuk menerima tamu satu jam setelah ia menelepon. Saya segera meluncur ke salah satu hotel yang ditunjuk. Lokasinya sangat dekat dengan Masjidil Haram. Tanpa menunggu lama, saya pun bergegas memenuhi ajakan kawan yang sama-sama asli dari Bumi Arema ini.
Setelah berjumpa dengan kawan saya ini, saya diajak naik ke lantai tempat kamar HRS berada. Saya menunggu sembari mengobrol dengan beberapa pengawal HRS. Satu jam kemudian barulah sosoknya keluar menemui saya yang masih satu-satunya tamu beliau. Kami saling bersalaman. Saya berusaha mencium tangannya. Beliau berusaha melepaskannya tapi tetap saya cium tangan beliau sebagai bentuk penghormatan, layaknya santri kepada gurunya. Kami saling bertukar kabar dan keadaan masing-masing.
Tampak HRS dalam keadaan sehat dan wajahnya cerah berseri-seri. Solah tak terbebani hiruk-pikuk isu atau fitnah tentang dirinya di Tanah Air. Beberapa saat berlalu, barulah para tamu mulai berdatangan satu demi satu. Tamu pria dan wanita masuk dengan tertib dan ditempatkan di tempat terpisah. Mereka datang dari beberapa daerah di Tanah Air, seolah rindu sosok pria yang merupakan penggerak dalam Aksi Bela Islam dan Aksi 212. Mereka ada yang datang dari Pulau Garam (Madura), Banten, Aceh, Lombok, Pasuruan, dan Gresik.
Banyak hal yang disampaikan dan menjadi topik perbincangan antara kami, para tamu dengan HRS. Namun fokusnya lebih banyak masalah politik bahkan sampai memikirkan urusan Pemilu 2019. Satu per satu dari kami menyampaikan kondisi di daerah masing-masing. Dari sekian hal yang disampaikan mengerucut pada kesimpulan. Pertama, tentang pentingnya pengawasan Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara ketat dan cermat. Ada yang menengarai proses Pemilu tahun ini potensial adanya kecurangan jika tidak diawasi.
Kedua, sikap optimis dan tawakkal kepada Allah Subhanahu Wata’ala untuk kemenangan Prabowo-Sandi. Sikap optimis ini lahir sebagai bentuk kesetiaan terhadap hasil Ijtima` Ulama yang mendukung Prabowo-Sandi sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024.
Ketiga, mengharap untuk terus menyampaikan kepada umat dan masyarakat secara umum tentang kegagalan rezim sekarang ini dalam meningkatan taraf perekonomian, munculnya potensi gejala kebangkitan ajaran komunis, maraknya penistaan agama, kriminalisasi ulama, dan utang yang semakin membengkak, subsidi yang dicabut, tarif-tarif dasar kehidupan yang melambung tinggi, dan membanjirnya pekerja asing serta banyaknya pengangguran yang berdampak pada kehidupan sosial serta keamanan.
Setelah semua menyampaikan pandangan dan pendapat serta keadaan di daerah masing-masing, barulah HRS memberikan wejangan dan arahan kepada semua pihak termasuk kepada pihak penyelenggara Pemilu.
Pertama, HRS meminta kita semua tidak termakan oleh berita hoaks. Berita hoaks sangat merugikan semua pihak. Taktik jahat kadang digunakan untuk mengelabui dan membodohi umat dengan melempar sebuah berita hoaks agar kita terpancing untuk ikut menyebarkan sehingga ada alasan untuk dilakukan penangkapan disertai opini bahwa pihak oposisi itu adalah pihak yang gemar membuat dan menyebarkan hoaks. Harapannya adalah membuat umat berkurang simpatinya dan beralih mendukung rezim, kutip HRS.
Solusi yang disampaikan oleh HRS adalah kita lawan berita hoaks dengan berita yang haq (benar). Kita lawan dan gempur habis-habisan setiap berita bohong, palsu, dan hoaks dengan menyajikan berita yang sesungguhnya, berita yang sesuai dengan realita dan kenyataan, sehingga berita hoaks itu lambat laun akan tenggelam dan tinggalah sebuah berita yang benar yang tak terbantahkan.
“Karenanya, sebelum kita menyebar sebuah berita kita teliti lebih dalam sejauh mana kevalidannya, kita kroscek sampai benar-benar mantap. Barulah jika memang berita yang benar, kita sebarkan kepada masyarakat,” kutip HRS.
Kedua, lawan fitnah dari pihak seberang dengan fakta. Menurut HRS fitnah jangan dibalas dengan fitnah. Jika fitnah dibalas dengan fitnah maka kita dan mereka adalah sama; kita sama-sama tukang fitnah yang doyan menyebar sesuatu dengan tujuan menjatuhkan kredibilitas, kehormatan dan menghancurkan nama baik seseorang, padahal tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Fitnah harus kita tenggelamkan dengan fakta.
Saya (penulis) kemudian memberi contoh dengan isu paling hangat. Yaitu, fitnah yang datang dari sebuah video ceramah, bahwa jika Prabowo-Sandi menang, Nahdhatul Ulama (NU) akan menjadi fosil. Tradisi Maulidan, tahlilan, istighatsaan, ratiban, ziyarah kubur, Hari Santri, zikir di Istana, dan beragam tradisi ke-Nu-an lainnya akan punah.
Menurut HRS, ini jelas sebuah fitnah yang keji. Sikap kekanak-kanakan yang dilakukan oleh oknum yang menghalalkan segala cara demi memenangkan jagoannya dengan cara-cara provokatif yang sarat dengan nuansa adu domba.
“Nah, kita lawan dan tenggelamkan fitnah oknum seperti ini dengan menyampaikan fakta, bahwa tidak benar tuduhan dan tudingan NU akan menjadi fosil. Yang benar adalah justru budaya dan tradisi akan tetap lestari sampai kapan pun, siapa saja yang menjadi pemimpin di negeri ini. Sebab, NU adalah Rumah Besar Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jama`ah) yang sudah terbukti kontribusinya dalam membangun dan menjaga NKRI. Inilah salah satu contoh bagaimana melawan fitnah dengan fakta,” kutipnya.
Baca: Siaran Ulang Khutbah HRS “Di-Suspend” saat Live Reuni 212
Ketiga, tegakkan kejujuran dan keadilan dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu). Dalam hal ini HRS menyebutkan, bahwa jargon ‘Pemilu Damai’ yang digembar-gemborkan oleh sejumlah pihak sarat dengan kepentingan politik. Seolah dengan jargon ‘Pemilu Damai’, kecurangan harap dimaklumi. Sebab jika kita tidak memaklumi sesuai dengan jargon ‘Pemilu Damai’, berarti kita adalah pihak yang ingin membuat kericuhan dan menginginkan terjadinya ketidakstabilan. Kita pun dianggap melawan hukum dan akhirnya dijebloskan ke dalam penjara.
Kecurangan yang ditengarai sudah dan akan terus terjadi selama ini justru bisa menghasilkan Pemilu yang jauh dari suasana damai. Karena itu, HRS menyampaikan himbauan sekaligus peringatan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu, jika Pemilu ingin berlangsung damai, laksanakanlah dengan Jurdil (Jujur dan Adil). Kedamaian dalam proses Pemilihan Umum akan terwujud jika semua pihak, khususnya penyelenggara Pemilu: KPU, Bawaslu, Panwaslu, Pemerintah, TNI/Polri, BIN, benar-benar bertindak sebagai wasit yang berada di tengah, netral, tidak memihak ke salah satu pasangan, dan tidak ikut berkompetisi. Pemilu yang damai niscaya akan hadir jika diselenggarakan dengan jujur dan adil.
Berdasarkan polling independen, twitter, IG, dan Facebook baik nasional maupun internasional, HRS punya isyarah dan bisyarah kemenangan Prabowo-Sandi. Beliau menegaskan, “Prabowo-Sandi sulit dikalahkan kecuali dicurangi. Curang adalah musuh agama, bangsa dan Negara. Curang adalah musuh bersama..!”
Terakhir, dalam nasihat dan arahannya HRS mengingatkan umat Islam untuk tidak lupa berdoa di waktu siang dan malam. Jangan pernah berharap lebih kecuali kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Dialah yang Maha segalanya. Dialah yang menentukan garis kemenangan umat. Tugas kita hanya berjuang. Selebihnya kita serahkan dan tawakal kepada Allah. Selain itu, laksanakan shalat lima waktu berjamaah di masjid, puasa Sunnah di hari Senin dan Kamis, jangan lepas dari zikir pagi dan petang, aktif menghadiri majelis-majelis ilmu, dekat dengan para ulama, jauhi maksiat, agar nasrun minallah wa fathun qariib (pertolongan dari Allah dan kemenangan yang sudah dekat) akan lahir.
Penulis anak Ketua FPI Malang Raya 1999-2001