Hidayatullah.com– Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menjadi tuan rumah pelaksanaan sarasehan dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) di perguruan tinggi umum (PTU) se-Indonesia.
Kegiatan dengan tema “Quo Vadis Dosen PAI di PTU” itu diikuti oleh 150 orang peserta yang terdiri dari dosen-dosen PAI di berbagai kampus di Aceh dan juga kampus-kampus lainnya di Indonesia. Acara berlangsung di Ruang Multimedia RKU 1 Unsyiah, Jumat (02/08/2019) dan dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor I Unsyiah, Prof Dr Marwan.
Sekretaris Panitia, Dr Rahmat Fadhil, Sabtu (03/08/2019), mengatakan sarasehan tersebut terselenggara berkat kerja sama UPT Mata Kuliah Umum Unsyiah di bawah pimpinan Dr Teuku Muttaqin Mansur dengan Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia (ADPISI) Pusat. Juga dirangkai dengan pelatihan sertifikasi dan standardisasi bagi dosen-dosen PAI di Unsyiah dan beberapa kampus lain di Aceh.
Rahmat Fadhil menambahkan, sertifikasi dan standardisasi sangatlah penting dimiliki oleh para dosen-dosen PAI. Hal ini dikarenakan sebahagian besar pengajar mata kuliah PAI di perguruan tinggi umum adalah mereka-mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan atau kesarjanaan agama.
“Walaupun sebenarnya dosen-dosen PAI tersebut telah memiliki kompetensi dai maupun ustadz melalui jalur non-formal. Oleh karenanya, melalui sertifikasi dan standardisasi ini diharapkan para dosen yang bukan lulusan perguruan tinggi agama akan mendapatkan pengesahan dan standarisasi setelah mengikuti proses sertifikasi ini,” kata Rahmat Fadhil.
Koordinator mata kuliah PAI Unsyiah, Enzus Tinianus sangat bergembira bersamaan momentum Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke XVI tahun ini, dimana Unsyiah menjadi tuan rumah, secara bersamaan pula dapat menggelar pertemuan dosen-dosen PAI se Indonesia yang sebahagian besar mereka adalah official dari berbagai perguruan tinggi yang menjadi peserta MTQ kali ini.
Menurut Enzus, sarasehan ini juga merupakan salah satu sarana untuk saling bertukar informasi dan pengalaman dalam membimbing dan mendidik mahasiswa agar semakin cinta agama, bangsa dan negaranya.
Apalagi akhir-akhir ini ada tuduhan bahwa kampus-kampus negeri di Indonesia menjadi sarangnya gerakan radikalisme dan intoleran. Juga mensinyalir adanya upaya menggiring opini seakan-akan kampus-kampus negeri sebagai kampus yang radikal.
“Bagi kita, radikalisme dan intoleran adalah pemikiran dan sikap yang sangat merusak kehidupan agama, bangsa dan negara kita sendiri. Dan tuduhan tersebut sangatlah tendensius dan tidak menghargai pembinaan-pembinaan dengan pendekatan agama yang begitu sungguh-sungguhnya sedang dilakukan oleh dosen-dosen PAI di berbagai kampus PTU di Indonesia,” kata Enzus.
Sementara itu, Wakil Rektor I Unsyiah, Prof Dr Marwan dalam sambutan pembukaannya menguraikan kembali betapa penting dan strategisnya dosen PAI ini untuk pengembangan akhlak dan karakter mahasiswa. Terutama sekali dalam menghadapi tantangan dan kemajuan zaman yang semakin kompetitif.
“Oleh karenanya, bekal keimanan dan ketaqwaan merupakan pilar-pilar yang sangat diharapkan dapat dimiliki oleh para mahasiswa di perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi umum baik di Aceh maupun Indonesia secara keseluruhan. Hal itu tentunya untuk membentengi diri dari pengaruh dan budaya yang tidak sesuai dengan Islam,” kata Prof Marwan.
Sarasehan tersebut menghadirkan pembicara utama guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga Menteri Agama RI Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004 Prof Dr Said Agiel Husein Al Munawar.
Selain itu juga narasumber lainnya, di antaranya Sekjend Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia (ADPISI) Pusat, Dr Andy Hadiyanto, Ketua pengembangan Organisasi ADPISI Pusat, Dr Waway Qodratullah, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Prof Dr Mustanir dan Ketua BKM Jamik Darussalam Unsyiah, Prof Mustanir.* Enzus Tinianus