Hidayatullah.com—Bertempat di Aula Lantai 2 Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jogja kembali hadir dengan materi lanjutan yaitu ghazwul fikr, pada Sabtu (05/11/2022) malam. Materi ini disampaikan langsung oleh Kepala SPI Pusat, Akmal Sjafril.
“Ghazwul Fikr sering disalah-artikan dengan teori konspirasi, padahal secara makna ghazwah artinya perang dan fikrah artinya pemikiran, perlu dipahami bahwa teori konspirasi dapat membuat kita jadi tidak lebih hebat dari orang kafir, baik secara mental maupun skill,” ujar Akmal di tengah penjelasan.
Lebih lanjut, pria yang juga merupakan peneliti dari Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini menjelaskan bahwa ghazwah merupakan konfrontasi yang terencana dengan tujuan penaklukan dan perlawanan. Dalam sebuah penakluan melalui perlawanan harus ada perencanaan yang jelas dengan urgensi yang harus disadari, tidak asal-asalan bertindak seperti tawuran.
“Terkadang kita tidak siap dengan konfrontasi karena bermacam alasan, salah satunya adalah karena salah menggunakan dalil,” ucap pria kelahiran Jakarta ini.
Akmal menekankan bahwa fikrah (pemikiran) menjadi penting karena manusia adalah makhluk yang seluruh tindakan dan potensinya dikendalikan sepenuhnya oleh akal. Oleh karena itu, perang pemikiran ini hanya bisa dimenangkan dengan ilmu.
“Yang berilmulah yang akan jadi pemenang, karena orang awam akan kalah dan jadi sasaran ghazwul fikr. PR utama dari ghazwul fikr adalah mencerdaskan diri,”jelasnya.
Di akhir sesi, Akmal menjelaskan mengenai modus-modus yang digunakan dalam ghazwul fikr. Secara umum terbagi menjadi tiga modus, yaitu media massa, pendidikan, dan hiburan. Melalui media massa dapat membuat sesuatu yang kecil menjadi besar, sesuatu yang tidak ada menjadi ada, sesuatu kebenaran menjadi salah, dan sebaliknya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Melalui modus pendidikan salah satunya dibuatlah kurikulum moderasi liberalisme mengenai kesetaraan gender dan pluralisme. Sedangkan modus dalam dunia hiburan mengajarkan kontradiksi dalam berfikir kepada penonton.
Materi tentang ghazwul fikr ini mendapat respon yang baik dari salah satu peserta, “Alhamdulillah suasana belajar sangat kondusif, santai dan merasa nyaman dengan materi yang disampaikan, tapi sayangnya waktu untuk diskusi cukup pendek,” imbuh Zainul, peserta SPI Jogja, yang terlihat antusias malam itu.*/Pramudika Kumara