Hidayatullah.com– Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) akhirnya mengesahkan draf fatwa tentang Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) pada Rabu (30/09/2020). Draf fatwa ini sebelumnya telah dibahas DSN MUI selama dua tahun.
KPEI adalah satu dari tiga Organisasi Regulator Mandiri (Self Regulatory Organization/SRO) Pasar Modal yang tugasnya menyelesaikan transaksi efek (surat berharga) di pasar sekunder.
Selain KPEI, yang bertindak sebagai SRO yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). SRO adalah organisasi non-pemerintah yang berwenang mengeluarkan dan menegakkan peraturan dan standar profesional pada bidangnya.
Direktur DSN MUI Institute, Ah. Azharuddin Lathif pada Kamis (01/10/2020) menjelaskan, dalam perkembangan pasar modal syariah di Indonesia, ketiga lembaga tersebut berperan aktif dalam menumbuhkembangkan pasar modal syariah. “Mereka mendukung dari sisi regulasi perdagangan efek berupa ekuitas yang sesuai prinsip syariah,” kata dia dikutip website resmi MUI.
Menurut Azharuddin Lathif, fatwa itu dikaji dan disahkan karena banyak masyarakat yang menuntut dan menghendaki agar bisa melakukan transaksi syariah yang semua instrumen pendukungnya sudah sesuai prinsip syariah.
Atas latar belakang itu, katanya, KPEI sejak tahun 2018 telah mengajukan permohonan fatwa terkait penerapan prinsip syariah dalam mekanisme kliring, penyelesaian, dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa atas efek bersifat ekuitas di bursa efek.
Fatwa tentang KPEI ini, jelas Azharuddin Lathif, berisi mengenai skema akad yang tepat untuk mengatur hubungan Lembaga Kliring dan Penjaminan dengan Anggota Kliring. Fatwa ini pun membahas soal skema akad penjaminan atas transaksi yang dilakukan Anggota Kliring jika Anggota Kliring itu gagal menunaikan kewajibannya menyerahkan efek saham atau uang.
Selain itu, fatwa itu pun berisi tentang alternatif syariah terkait model penyelamatan Anggota Kliring mengalami yang gagal bayar oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan.
“Dengan adanya fatwa ini, minimal untuk lembaga SRO yang punya otoritas pengaturan dalam perdagangan saham di pasar modal (pasar sekunder) sudah lengkap,” sebut Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini.
Ia menjelaskan, mengenai fungsi tiga SRO tersebut, DSN MUI sebenarnya sudah mengeluarkan tiga fatwa. Pertama, fatwa DSN MUI Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
Kedua, Fatwa DSN MUI Nomor 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Ketiga, Fatwa Nomor 124/DSN-MUI/XI/2018 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Pelaksanaan Layanan Jasa Penyimpanan dan Penyelesaian Transaksi Efek Serta Pengleolaan Infrastruktur Investasi Terpada. Fatwa nomor tiga ini sesuai dengan peran SRO Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Dari ketiga fatwa tersebut, sebutnya, belum ada yang mengatur soal ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) prinsip Syariah untuk Kliring, Penyelesaian dan Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa atas Efek Bersifat Ekuitas di Bursa Efek.
Padahal, jelasnya, keberadaan Lembaga Kliring dan penjaminan sangat penting, untuk menjamin penyelesaian transaksi bursa yang menghadirkan kepastian hukum untuk dipenuhi haknya dan kewajibann para pihak yang bertransaksi efek syariah berupa ekuitas di Bursa Efek.*