Hidayatullah.com– Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memiliki kedudukan hukum yang kuat dalam peraturan perundangan di Indonesia. Sebab, hal itu dimandatkan oleh Undang-Undang dan substansinya diserap dalam peraturan lembaga negara.
Seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan sebagainya. Hal tersebut ditegaskan DSN-MUI yang mengadakan sejumlah kegiatan terkait fatwa di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Rabu hingga Kamis (04/07/2019).
Kegiatan DSN-MUI tersebut yaitu membahas dan mengesahkan 4 (empat) draf fatwa, yaitu: Akad Wakalah bil Istitsmar; Sukuk Wakalah bil Istitsmar; Penyelenggaraan Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi Berdasarkan Prinsip Syariah; dan Biaya Riil dalam Ta’widh Akibat Wanprestasi.
Kemudian halal bi Halal DSN-MUI dengan Mitra Strategis/regulator dan kalangan Industri Keuangan dan Bisnis Syariah; dan sosialisasi fatwa terbaru.
Fatwa DSN-MUI merupakan ketetapan hukum Islam dalam bidang ekonomi syariah, yang penetapannya dilakukan dengan mempertimbangkan dua hal pokok, yakni, kekuatan dalil-dalil syar’i yang menjadi landasan fatwa, dan dapat mendorong terwujudnya kemaslahatan yang lebih luas dan lebih meyakinkan (mashlahah muhaqqaqah) bagi tumbuh-kembang ekonomi syariah di Indonesia.
Pendapat ulama tentang hukum suatu masalah yang dalam timbangan DSN-MUI tidak memenuhi dua kriteria tersebut, tidak dipakai oleh DSN-MUI sebagai bahan pertimbangan penetapan fatwa.
“Fatwa DSN-MUI mempunyai kedudukan hukum yang kuat dalam peraturan perundangan di Indonesia,” jelasnya pada acara yang dihadiri Ketua Umum MUI yang juga wapres terpilih KH Ma’ruf Amin.
Sehingga, fatwa DSN-MUI mempunyai daya ikat secara syar’i dan qanuni.
Oleh karena itu, DSN-MUI mengimbau kepada masyarakat agar menjadikan fatwa DSN-MUI sebagai acuan dalam menjalankan aktivitas ekonomi di Indonesia.
Disampaikan bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang berdiri resmi di Indonesia didisain telah sesuai dengan prinsip kesyariahan.
Pengawasan terhadap kepatuhan prinsip syariah di LKS dilakukan secara berlapis; melalui pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS), auditor internal, dan pengawasan dari otoritas terkait.
“Pelanggaran prinsip kesyariahan yang terjadi di lapangan merupakan penyimpangan yang dapat dievaluasi dan diperbaiki. Sehingga tidak beralasan apabila ada pihak yang menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah tidak syariah,” jelas DSN-MUI.
DSN-MUI berkomitmen akan terus menjaga hubungan baik dan bekerja sama dengan para mitra strategis, seperti lembaga otoritas dan lembaga keuangan dan bisnis syariah. Masing-masing memiliki wewenang dan tanggung jawab berbeda yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Hal itu dilakukan demi semakin majunya ekonomi syariah di Indonesia.
DSN-MUI pun mengimbau dan mengajak masyarakat luas, khususnya umat Islam, untuk menggunakan lembaga keuangan dan lembaga bisnis syariah dalam setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan.
“Sehingga harta yang dihasilkannya bukan saja bertambah secara ekonomi tapi juga mendapat keberkahan dari Allah Subhanahu Wata’ala,” ujarnya.
Rangkaian kegiatan DSN-MUI tersebut merupakan bagian dari pertanggungjawaban DSN-MUI dalam memastikan terpenuhinya prinsip syariah dalam setiap operasional LKS di Indonesia.
“Fatwa diperlukan sebagai acuan bersama dalam penerapan prinsip syariah di lembaga keuangan. Sedangkan mitra strategis sangat penting dalam hal terimplementasikannya fatwa dalam setiap operasional Lembaga keuangan Syariah,” urainya.*