Hidayatullah.com — Yogi dan Yona, pasangan suami istri (Pasutri) dari Blitar Jawa Timur ini, masih ingat betul bagaimana awal perjuangan mereka merintis usaha warung sayur segar. Mereka pernah menyambangi pasar induk di Blitar untuk sekadar melihat-lihat bakul (pedagang,-red) sayur selama tiga hari berturut-turut.
“Malam-malam jam satu, kita survei ke sana. Cuma melihat-lihat. Kita belum tahu ini belanjanya di mana. Oh, kalau bayam ambilnya di sini, sawi di sini. Benar-benar dari nol,” kenang Yogi.
Menariknya, usaha membuka warung sayur segar ini mereka jalani setelah hijrah dari bisnis sebelumnya sebagai supplier botol. Padahal, dari usaha botol tersebut, mereka dapat meraup omset lebih dari 700 juta rupiah tiap bulan. Bahkan, tidak perlu repot-repot ke pasar tengah malam untuk kulakan ‘barang dagangan’.
“Tadinya cuma dari rumah, telepon, kirim barang, transfer. Lalu, ganti sayur, saya sama istri harus ke pasar berdua nyari barang, dipanggul sendiri, diangkat sendiri. Jadi, memang benar-benar berubah drastis 180 derajat lebih,” ungkap Yogi.
Nah, bagaimana kiatnya hingga mereka suskes menjalankan bisnis warung sayur segar beromset ratusan juta? Apa pula yang menyebabkan mereka memutuskan untuk berhenti menjadi supplier botol?
“Waktu di awal-awal tiga bulan pertama, itu kita seolah-olah mau menyerah. Juga sempat kepikiran apa kita mau kembali lagi ke usaha botol. Dulu omsetnya sekian. Lalu, sekarang (jualan sayur) cuma sekian. Hari pertama cuma dua juta sehari. Satu bulannya, kalau dikalikan 30, dapat 60. Perbandingannya sama botol sangat jauh. Dari pabrik (botol), sehari kita dapat transferan uang sampai 200-an,” papar Yogi.
Meninggalkan Riba
Sebelum menikah pada Februari 2011, Yogi dan Yona, sebetulnya masing-masing sudah menggeluti usaha yang berbeda. Yogi, menjalankan bisnis ternak ayamnya di Solo. Sementara itu, Yona menjalankan bisnis jual beli barang rongsok di Blitar.
“Karena manten anyar akhirnya kita putuskan untuk jadi satu. Ternaknya ditutup. Kita mulai fokus jadi pengepul barang rongsok. Awalnya masih campur, mulai dari besi, kardus, kertas sampai botol. Kemudian, Mei 2011 itu kita memutuskan untuk fokus di botol. Dan tahun 2014, kita sudah bisa menembus pabrik,” jelas Yona.
Sejak itu, bisnis mereka pun semakin berkembang. Bahkan, semua pabrik kecap di Blitar mereka yang suplai buat kebutuhan botolnya. Termasuk juga mereka suplai botol ke beberapa pabrik minuman keras. Mereka memang belum menyadari jika menjadi supplier botol pabrik minuman keras itu bisnis yang tidak baik. “Jadi, kita sudah benar-benar berada di posisi paling atas dalam sebuah bisnis,” ujarnya.
Hingga suatu ketika, Allah Ta’ala menggerakkan hati mereka untuk hijrah melalui perantara seorang kawan. Waktu itu, salah satu teman mengabari mereka bahwa ia sangat bersyukur dapat terbebas dari jeratan riba. Mereka pun penasaran, lalu berusaha untuk mencari tahu tentang apa yang dimaksud dengan riba.
Seperti apa kisah selengkapnya perjalanan mereka? Simak dalam rubrik Muamalat majalah Suara Hidayatullah edisi Juni 2021.* Fazeri