Hidayatullah.com—Sambil menunggu jadwal pulang ke Indonesia, sebagaian jamaah haji Indonesia memanfaatkan keberadaannya di Kota Madinah, untuk mendengar ceramah Ustad Firanda Andirja, Lc. MA, salah satu pengajar majelis taklim asal Indonesia di Masjid Nabawi.
Dalam ceramahnya selama dua hari Ahad (19-20/10/2015) ba’da shalat Maghrib, pria kelahiran Surabaya 28 Oktober 1979 ini menyampaikan materinya tentang perbedaan akidah Syiah dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, termasuk masalah Rukun Islam dan Rukun Iman.
Ia menyampaikan, di antara rukun iman Syiah ada yang dinamakan Imamah, yaitu kepercayaan kepada 12 Imam.
“Konsep ini menyatakan bahwa kekhalifahan yang sah setelah wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasssalam seharusnya dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib RA dan keturunannya, namun direbut oleh Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA,” demikian ujarnya.
Selain itu, peraih gelar magister bidang akidah di Universitas Islam Madinah (UIM) ini mengatakan, Syaih mudah mengkafirkan siapa saja yang tak mengakui konsep Imamah ini.
Bahkan Sahabat Nabi Radiyallaahu ‘Anhum ikut menjadi korban. Misalnya menyebut Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar Bin Khattab Radiyallahu ‘Anhuma sebagai ‘Shanamai Quraisy’ (Dua berhala Quraisy) Wal ‘Iyadzu Billah.
Konsep Imamah ini pula yang menjadi penyebab terjadinya kekacauan di beberapa negara seperti di Suriah dan Yaman, karena mereka tidak segan untuk memerangi siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka.
“Syiah adalah kelompok yang apabila mereka memasuki sebuah negeri, mereka akan membuat kekacauan di dalamnya, ” lanjutnya.
Di antara kesesatan Syiah lain, menurut Firanda, bahwa telah terjadi distorsi pada Al-Qur’an dan penyembunyian ayat-ayat tentang keimamahan Ali RA.
“Di Islam ini banyak firqah-firqah yang sesat, namun hanya Syiah yang menganggap Al-Qur’an ini tidak sempurna dan sudah dirubah, coba tanyakan pada mereka mana bagian Al-Qur’an yang dirubah? Mana Al-Qur’an yang asli ? Mereka pasti tak bisa menjawabnya.”
“Itulah mengapa perdebatan dengan Syiah tidak ada habisnya, karena mereka tidak meyakini Al-Qur’an sebagaimana yang kita yakini, sehingga tidak ada tolak ukur yang sama dalam sebuah masalah,” tegas pria yang sedang menyelesaikan program doktor yang juga di bidang akidah di Universitas Islam Madinah ini.
Di sela-sela penyampaiannya ia mengatakan bahwa apa yang dia sampaikan ini semua tertulis di kitab-kitab Syiah seperti Al-Kafi dan Al-Anwar An-Nu’maniyyah.
Jamaah yang hadir sangat antusias dalam mengikuti kajian ini, ” Alhamdulillah kajiannya sangat cocok dan bermanfaat untuk kita, mulai banyak penyimpangan- penyimpangan yang terjadi di negri kita ” ujar Pak Hilman, jamaah haji asal Tangerang Selatan yang ditemui hidayatullah.com.*/Zulfahmy, Madinah