Hidayatullah.com– Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama melalui Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sub Direktorat Pendaftaran dan Pembatalan Haji Reguler, Wahyu Utomo, memberikan klarifikasi istilah “sisa kuota haji” yang diberitakan mencapai ratusan.
Klarifikasi itu disampaikan menanggapi beredarnya berita di beberapa media massa tentang banyaknya sisa kuota haji reguler pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1440H/2019M ini.
“Jadi sebetulnya istilah yang tepat bukan ‘sisa kuota’ tetapi jamaah haji yang batal atau menunda keberangkatan,” ujar Wahyudi ruang kerjanya, Jakarta, semalam, lansir Media Center Haji, Kamis (08/08/2019).
Dijelaskan, pada dasarnya seluruh kuota haji reguler sebanyak 214.000 orang yang berasal dari kuota utama (204.000) dan kuota tambahan (10.000) telah terserap seluruhnya. Hal ini dibuktikan dengan jumlah jamaah yang telah melunasi melebihi dari total kuota.
“Sampai dengan akhir masa pelunasan, jumlah jamaah yang telah melunasi BPIH mencapai 217.533 orang. Jumlah tersebut termasuk kuota jamaah haji cadangan yang kami siapkan sebanyak 5%,” ujar Kepala Seksi Pendaftaran Haji Reguler ini.
Baca: Usia 12 Tahun Sudah Bisa Daftar Haji, Rencanakan Sejak Dini
Bahkan, terangnya, upaya pemenuhan kuota sampai menambah waktu pelayanan pelunasan hingga tahap kelima. Penambahan waktu pelunasan tersebut agar kuota tambahan dapat terserap seluruhnya.
Mengenai tambahan kuota 10.000, Wahyu menjelaskan, tambahan kuota diterima pada pertengahan April 2019 di saat pelunasan BPIH tahap kedua sedang berjalan.
“Kami menerima kuota tambahan saat pelunasan tahap kedua sedang berlangsung dan akan berakhir 10 Mei 2019, sehingga waktu untuk proses pengurusan dokumen, pemberitahuan, pembuatan paspor, pemeriksaan kesehatan dan lain-lain sangat terbatas,” ungkapnya.
Adapun pembagian sebaran kuota tambahan ke dalam kloter, sangat variatif. Proses pengisian kuota tiap embarkasi menyesuaikan dengan kapasitas pesawat.
“Pengisian kuota jamaah tambahan juga dengan pertimbangan optimalisasi kloter tiap embarkasi, sehingga tidak dimungkinkan kuota yang tersisa di suatu embarkasi dilimpahkan ke embarkasi lain karena dari sisi biaya penerbangan dan kapasitas berbeda,” jelasnya.
Terlebih lagi, pada masa keberangkatan, banyak jamaah yang membatalkan atau menunda keberangkatan. Banyak faktor yang menyebabkan pembatalan dan penundaan itu. Misalnya, kata Wahyu, banyak karena wafat, sakit, atau sebab lain yang memang tidak mungkin untuk jamaah berangkat.
“Jamaah haji cadangan lunas memang disiapkan untuk menggantikan jamaah yang batal atau menunda. Di awal-awal pemberangkatan banyak pula jamaah haji cadangan yang menggantikan keberangkatan jamaah yang batal,” sebutnya.
Akan tetapi, ia mengakui, tidak semua jamaah yang menunda atau batal dapat digantikan oleh jamaah cadangan. Penyebabnya lebih pada kesiapan jamaah pengganti dan waktu penyelesaian dokumen perjalanan.
“Jamaah yang akhirnya tidak dapat digantikan karena kesiapan jamaah cadangan serta telah akhir masa pemberangkatan dan menjelang permohonan visa ditutup sehingga proses penggantian tidak dapat dilakukan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, Muhajirin Yanis, secara terpisah menyatakan, banyaknya jamaah yang batal tetap menjadikan sebagai bahan evaluasi. Ia mengaku segera mencari formula agar penggantian jamaah batal atau tunda berangkat dapat diselesaikan lebih cepat.
“Kami tentu berterima kasih atas masukan para pihak atas penyelenggaraan haji. Khusus pada penggantian jamaah yang batal atau tunda kami akan jadikan catatan evaluasi dan segera kami diskusikan agar penggantiannya dapat lebih cepat,” ujarnya.*