Hidayatullah.com– Menurut Menteri Agama Fachrul Razi, Kementerian Agama telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu.
Menag mengingatkan, didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jamaah haji menjadi korban.
Tahun 1814 misalnya, kata Menag, saat terjadi wabah Thaun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 wabah kolera, 1987 wabah meningitis.
Pada 1947, sambungnya, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag No 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.
Menag menyampaikan itu dalam telekonferensi pers saat mengumumkan keputusan pemerintah Republik Indonesia tidak memberangkatkan jamaah haji ke Tanah Suci pada tahun 1441H/2020M ini.
Selain soal keselamatan, menurut Menag, kebijakan itu diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441H/2020M.
Akibatnya, Pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah. Padahal persiapan itu penting agar jamaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.
“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” sebut Menag.
Baca: Pemerintah RI Putuskan Tidak Berangkatkan Jamaah Haji Tahun 1441H Ini
Menurutnya, kalau jamaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah.
“Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses,” tambahnya.
Pembatalan keberangkatan jamaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI). Maksudnya, pembatalan itu tidak hanya untuk jamaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jamaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada.
“Jadi tahun ini tidak ada pemberangkatan haji dari Indonesia bagi seluruh WNI,” imbuhnya.
Dampak Pembatalan Haji
Seiring keluarnya kebijakan pembatalan keberangkatan jamaah tersebut, jamaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun ini akan menjadi jamaah haji 1442H/2021M.
Setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jamaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442H/2021M,” kata Menag.
Setoran pelunasan Bipih juga dapat diminta kembali oleh jamaah haji, lanjut Menag.
Baca: Kemenag: Tak Memberangkatkan Jamaah Haji Keputusan Terbaik
Keputusan tidak memberangkatkan jamaah haji secara resmi diterbitkan dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M.
Bersamaan dengan terbitnya KMA ini, kata Menag, Petugas Haji Daerah (PHD) pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dinyatakan batal. Bipih yang telah dibayarkan akan dikembalikan.
“Gubernur dapat mengusulkan kembali nama PHD pada haji tahun depan,” jelasnya.
Hal sama pun berlaku bagi pembimbing dari unsur Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) pada penyelenggaraan haji tahun ini. Statusnya dinyatakan batal seiring terbitnya KMA ini. Bipih yang dibayarkan akan dikembalikan. KBIHU dapat mengusulkan nama pembimbing pada penyelenggaraan haji mendatang.
“Semua paspor jamaah haji, petugas haji daerah, dan pembimbing dari unsur KBIHU pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M akan dikembalikan kepada pemilik masing-masing,” kata Menag.
Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jamaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapakn posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis pada waktu dekat.
“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” ujarnya.
Menag menegaskan bahwa keputusan ini telah melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, bisa mengancam keselamatan jamaah.
Agama sendiri, jelasnya, mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan.*