Hidayatullah.com– Rencana Pemerintah Arab Saudi menerapkan rekam biometrik sebagai syarat penerbitan visa menuai pro-kontra. Kebijakan ini dirasa akan memberatkan jamaah umrah, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan surat ke Arab Saudi. Indonesia meminta agar rencana penerapan kebijakan tersebut ditunda.
“Sebelum kebijakan biometrik ini diterapkan di Indonesia, kami sudah bersurat kepada Pemerintah Arab Saudi. Bahkan pada pertemuan terakhir pada Desember 2018, saya kembali menyampaikan kepada Menteri Haji Arab Saudi agar kebijakan tersebut dipertimbangkan kembali karena sangat menyulitkan jamaah Indonesia,” ujar Menag Lukman dalam sesi wawancara eksklusif usai memperingati Hari Amal Bakti yang ke-73 di kantor Kemenag, Jl Lapangan Banteng No 3-4 Jakarta Pusat, Kamis (03/01/2019) lansir Kemenag.
Baca: RI Minta Saudi Tunda Kebijakan Rekam Biometrik Calon Jamaah Umrah
“Mereka mengatakan akan mendalaminya lagi terkait proses biometrik bagi calon jamaah umrah Indonesia. Tentunya tidak ada pilihan lain selain menunggu jawaban dan kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi,” sambung Menag.
Menurut Menag, selama ini calon jamaah umrah dan haji Indonesia untuk mendapatkan visa tidak perlu menjalankan proses biometrik di Tanah Air. Sebab, proses rekam itu dilakukan saat tiba di Arab Saudi dan itupun tidak menjadi syarat untuk mendapat visa.
“Baru pada 2018 lalu muncul kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang mensyaratkan penerbitan visa harus dilakukan biometrik seperti sidik jari, mata, dan data lainnya di tempat tertentu atau perwakilan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Perwakilan ini tidak semuanya ada di setiap provinsi di Indonesia bahkan di kabupaten/kota,” kata Menag.
Baca: Pemohon Visa Umrah Tak Lama Lagi Harus Merekam Biometrik
Inilah yang kemudian menurut Menag menimbulkan keresahan bagi calon jamaah umrah. Sebab, hal itu sangat menyulitkan bila ditinjau dari konteks wilayah Indonesia yang sangat luas dan kepulauan. Kebijakan biometrik jelas sangat menusahkan calon jamaah Indonesia.
Berbeda bila kebijakan ini diterapkan di negara seperti Brunai Darussalam atau negara yang satu kawasan saja.
“Ini akan sangat menyulitkan bagi calon jamaah. Untuk mendapatkan visa mereka harus berpergian jauh hanya untuk merekam biometerik. Jadi ada dua kali yang dilakukan jamaah yaitu untuk rekam biometerik dan kemudian pergi ke tanah suci. Ini tidak efisien dan kami sangat memahami kesulitan ini bagi jamaah kita,” tandas Menag.*