Hidayatullah.com–Para pembela hak asasi manusia, Jumat (14/11), mengecam kebijakan pemerintahan George Walker Bush karena menahan ratusan orang tanpa proses pengadilan. Mantan Presiden AS Jimmy Carter, PBB, dan sekitar 43 negara juga mendesak AS agar segera menyelesaikan persoalan tersebut. Seiring dengan itu, Mahkamah Agung AS memutuskan pengadilan atas para tersangka anggota Al Qaeda.
Kelompok yang menamakan diri Human Rights Watch (HRW) Kamis lalu mendesak Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair untuk mempersoalkan masalah itu dengan Presiden Bush dalam kunjungannya ke Inggris, 18 November mendatang. Sejak serangan teror 11 September 2001, AS telah menahan sekitar 1.200 imigran serta 660 tahanan dan tersangka lain di Teluk Guantanamo, Kuba. Namun, hingga kini AS tidak melakukan pengadilan terhadap para tahanan itu.
Dengan alasan itu, HRW menuntut AS melakukan pengadilan terhadap para tahanan sesuai dengan standar internasional. “Mereka sudah ditahan terlalu lama tanpa proses pengadilan,” kata Wendy Patten, Direktur HRW.
AS setidaknya menahan sembilan warga Inggris di antara 660 orang yang sekarang ditahan di Teluk Guantanamo. Pemerintahan Bush mengatakan, para tahanan, yang sebagian besar diambil selama perang Afganistan, seluruhnya musuh dalam pertempuran.
Menurut HRW, AS menolak melakukan dengar pendapat secara perseorangan untuk menentukan status tahanan itu sesuai Konvensi Geneva Ketiga. Sementara itu, Rabu lalu, PM Tony Blair menegaskan perlunya segera mengadili para tahanan Inggris atau memulangkan mereka. Namun, Blair tidak menjanjikan kepastian ia mengangkat persoalan itu dalam pembicaraan dengan Bush.
Keberatan
Seiring dengan itu, mantan Presiden Jimmy Carter bersama dengan PBB dan wakil dari 43 negara menolak tegas kebijakan AS yang menahan 1.200 imigran pascaserangan 11 September di Teluk Guantanamo. Jika ingin menghentikan terorisme, lanjut mereka, AS harus segera memenuhi kebutuhan mendasar mereka di bidang hukum.
Desakan itu merupakan bagian dari Deklarasi Atlanta, hasil konferensi tentang HAM selama dua hari di Carter Center, Atlanta, AS. Melalui dokumen itu, mereka sekaligus mendesak AS memperbarui pandangan mereka tentang pentingnya kebebasan dasar di tengah upaya mereka memerangi terorisme.
Carter dan kelompoknya itu juga meminta seluruh bangsa di dunia mencabut hukum yang mengekang HAM, mempertahankan kebebasan berbicara, berkumpul, dan memperkuat keadilan, serta mendukung pekerja HAM melalui PBB.
“Cara terbaik membangun keamanan adalah dengan menghormati dan menjunjung tinggi HAM,” demikian deklarasi tersebut. “Tekanan oleh pemerintah tidak akan mengurangi terorisme,” ujar Jimmy Carter menambahkan.
Meskipun demikian, PBB menyambut baik upaya Mahkamah Agung AS untuk segera menyelesaikan proses hukum para tersangka teroris yang kini ditahan di Teluk Guantanamo. PBB sekaligus mengingatkan, tanpa proses hukum bagi para tersangka, tidak akan pernah ada jaminan keamanan seluruh bangsa di dunia dari ekses terorisme yang akan ditimbulkan.
PBB juga mengingatkan gagalnya internasional dalam menutup aset Al Qaeda. Hal itu terutama disebabkan oleh tidak adanya kerja, terlalu banyak “lubang” dalam legislatif, serta kurangnya determinasi politik.
Harian Inggris Financial Times kemarin mengatakan, Al Qaeda, Taliban, dan jaringannya masih bisa mendapatkan, mengumpulkan, mentransfer, atau mendistribusikan sejumlah dana. Ditegaskan, hal itu memerlukan penyelesaian komprehensif. (kcm)