Hidayatullah.com–Lembaga keamanan Lebanon dikabarkan secara resmi telah melarang peredaran novel The Da Vinci Code setelah munculnya reaksi keras kalangan Kristen di negara itu. Menurut kalangan Kristen, isi novel itu sangat bertentangan dengan keyakinan penganut Yesus dan melawan otoritas Kristen.
“Kita telah ditanya pihak keamanan menyangkut keberatan kami 10 hari yang lalu atas peredaran buku itu. Dan setelah jawaban kami, buku tersebut telah dilarang,” ujar Pendeta Abdu Abu Kasm, Presiden Pusat Penerangan agama Katholik Lebanon, Selasa lalu.
“Jawaban kita adalah bahwa buku itu merugikan kepercayaan Kristen, ” ujarnya. “Mungkin saja di negara-negara lain diijinkan, tetapi di Lebanon, hukum telah melarangnya,” ujarnya.
Da Vinci Code, telah dicetak secara internasional dan menjadi buku best-seller dengan berjuta-juta kopi dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Arab yang diterbitkan di Beirut.
Mitra perusahaan Ghassan Chebaro menceritakan kepada Aljazeera.net, “Delapan juta salinan buku telah dijual di AS dan ini termasuk buku best-seller sepanjang sejarah Eropa. Buku itu telah menjadi buku nomor satu di Jerman selama tiga bulan.
“Buku itu juga tersedia dalam bahasa Italia dan bahkan beredar di Vatican, maka saya tidak bisa memahami mengapa buku itu dianggap terlarang di Lebanon.
“Kita tidak mungkin diijinkan untuk menjual buku itu di Lebanon, tetapi kita akan menemukan di hari berikutnya apakah kita dapat menjual nya di luar negeri, “tambahnya.
Roger Haddad, asisten manager di toko buku Virgin Megastore di pusat kota Beirut, mengatakan, ia telah menerima telepon yang mengatasnamakan pihak keamanan pada hari Jum?at, yang meminta untuk memindahkan buku itu dari rak. “Itu mengikuti keberatan pihak pusat penerangan agama Katholik,” ujarnya.
“Kami menjual dalam versi Arab yang dicetak di Beirut beberapa bulan lalu. Kita juga menerjemahkan dalam versi Perancis dan Inggris dan dijual di sini selama berbulan-bulan hingga sekarang,” tambahnya.
Larangan itu tak urung menjadikan Presiden Asosiasi Penerbitan Lebanon, Ahmad Fadl Allah Aasi, untuk menunjuk surat terbuka kepada Presiden Libanon Emile Lahud sebagai bentuk keberatan dalam “penindasan kebebasan”.
“Kita sekarang memiliki kementrian kebudayaan. Jadi, kenapa pihak keamanan melawan kebudayaan? Kita ingin melindungi produksi kreatif dan melawan terhadap tindakan yang melawan terhadap kebebasan kesusasteraan,” ujarnya. (ajn/cha)