Hidayatullah.com—Koran Inggris, The Daily Telegraph melaporkan temuan baru hari Sabtu, bahwa Presiden Iran, Ahmadinejad adalah keturunan keluarga Yahudi dengan nama asli Sabourjian. Menurut Koran itu, sikap Ahmadinejad yang terus-menerus menampakkan permusuhan pada Yahudi merupakan bentuk pembuktian agar ia diakui ke-syiah-annya pada warga Iran.
Tentu saja Yahudi mulai senang. Koran Haaretz edisi terbaru, mengutip pengamat Iran Ali Nourizadeh yang mengatakan, serangan verbal yang ditujukan Ahmadinejad terhadap Israel dan Yahudi mungkin merupakan suatu usaha untuk membuktikan kesetiaannya kepada Syiah dan sebagai usaha menyembunyikan masa lalu Yahudinya.
“Dengan membuat pernyataan-pernyataan anti-Israel, ia berusaha untuk menumpahkan kecurigaan tentang hubungan Yahudi,” ujar Nourizadeh. “Dia merasa rentan dalam masyarakat Syiah radikal,” tambahnya.
“Dia mengubah namanya atas alasan-alasan agama. Sabourjian adalah nama Yahudi yang terkenal di Iran,” ujar pria Yahudi kelahiran Iran dan menetap di London.
Menurut koran itu, Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang sudah masuk Islam bernama asli Sabourjian, nama Yahudi yang artinya ‘Penenun Kain’. Asal-usul itu terungkap dari foto hasil jepretan staf kepresidenan saat Ahmadinejad berpose mengangkat paspornya pada pemilu Maret lalu.
Catatan singkat yang tertera pada paspor itu menunjukkan bahwa keluarga Sabourjian diduga mengubah namanya menjadi Ahmadinejad ketika mereka memeluk Islam, setelah kelahiran Mahmoud, kini Presiden.
Sabourjian secara tradisi adalah nama keluarga Yahudi dari sekitar Aradan, tempat kelahiran Mahmoud Ahmadinejad, sebelah tenggara ibukota Teheran. Nama ini berasal dari frasa “Penenun dari Sabour”, merujuk pada syal atau selendang Yahudi Tallit di Persia.
Nama Sabourjian juga terdapat dalam daftar nama yang dilestarikan, dikompilasi oleh Departemen Dalam Negeri Iran.
Sebagaimana diketahui, eksistensi komunitas Yahudi di beberapa Negara di Timur Tengah diakui. Termasuk di Iran, Mesir, Maroko, dan Turki. Mereka hidup tenang selama berabad-abad.
Di Maroko orang-orang Yahudi menjadi penasehat kerajaan hingga sekarang, dan warga Yahudi biasa hidup damai bertetangga dengan umat Islam. Keadaan menjadi serba salah dan meruncing mulai tahun 1948 setelah gerakan Zionisme memproklamasikan negara Israel di Palestina. Kaum Yahudi Ortodoks tidak mengakui negara Israel yang dicetuskan kaum Zionis ini. [tht/hrz/hidayatullah.com]