Hidayatullah.com–Sebuah organisasi pembela HAM Turki, Mazlumder, mengajukan tuntutan kriminal atas para mantan pejabat tinggi Turki terkait tewasnya seorang warga Uzbekistan akibat penyiksaan dalam penjara setelah diekstradisi belum lama ini. Mantan Presiden Suleyman Demirel berikut Dewan Menteri yang menjabat pada saat Askarov Zayniddin diserahkan ke Uzbekistan, masuk dalam daftar tuntutan tersebut.
Menurut pernyataan Gulden Sonmez, pengacara yang juga pimpinan Mazlumder, lembaganya telah meminta Pengadilan HAM Eropa pada 11 Maret 1999 untuk melarang ekstradisi atas Askarov. Dan pengadilan mengabulkan permohonan itu pada 23 Maret 1999, dengan meminta Turki tidak menyerahkan pria itu kembali ke negaranya. Turki kemudian menyatakan akan mematuhi keputusan tersebut.
Namun ternyata, pada 26 April 1999 pukul 01:00 dini hari, Askarov Zayniddin Abdurrasulovic dan rekannya, Rustam Mamatkulov, dikeluarkan dari penjara Turki untuk diserahkan ke pihak Uzbekistan, berdasarkan keputusan Dewan Menteri Turki.
Sesampainya di Uzbekistan, kekhawatiran yang menjadi latar belakang pengajuan larangan ekstradisi atas Askarov ke Pengadilan HAM Eropa, terjadi. Pria yang dituduh terlibat dalam kasus bom di Tashkent pada 16 Februari 1999 itu disiksa oleh pihak berwenang Uzbekistan selama di penjara, hingga akhirnya tewas.
Ketika itu pemerintah Turki menyatakan bahwa pemerintah Uzbekistan menjamin tidak akan memperlakukan tahanan mereka tersebut dengan buruk atau menyiksanya. Askarov sendiri diserahkan perlindungannya ke pemerintah Turki pada 5 Maret 1999 atas permintaan Uzbekistan, setelah berkonsultasi dengan Mazlumder.
Keputusan ekstradisi atas Askarov dikeluarkan pada tanggal 19 Maret 1999 oleh Kabinet Turki.
Dalam pernyataan (3/12) Gulden Sonmez, wanita yang merupakan pengacara IHH yang pernah ikut dalam misi kemanusiaan Freedom Flotilla ke Gaza bulan Mei lalu itu, dikatakan bahwa Askarov ditempatkan di penjara Tastumar, yang terkenal dengan penyiksaan dan pelanggaran HAM-nya. Setelah melewati berbagai interogasi, ditambah penyiksaan atas dirinya dan keluarganya, Askarov dijatuhi hukuman 11 tahun penjara dengan dakwaan terlibat dalam kasus bom Tashkent.
Berbicara di depan Kantor Pengadilan Istanbul di Sultanahmet (3/12) usai mengajukan tuntutan tersebut, Gulden Sonmez–alumnus Mavi Marmara yang profilnya pernah ditampilkan hidayatullah.com beberapa bulan lalu–mengatakan, “Kematian Zayniddin akibat penyiksaan di Uzbekistan adalah tanggung jawab Turki.”
Askarov, kata Sonmez, dituduh melakukan serangan bom yang terjadi di ibukota Uzbekistan, Tashkent. Padahal ketika itu dia berada di Turki. Dia kemudian ditahan oleh polisi Turki tanpa bukti apapun atas permintaan pemerintah Uzbekistan. Askarov lalu diekstradisi ke Uzbekistan, padahal sudah ada keputusan Pengadilan HAM Eropa yang melarangnya.
Skenario Uzbekistan
Askarov Zayniddin Abdurrasulovic, atau sebagaian media menyebutnya dengan Zayniddin Askarov, pernah diwawancarai wartawan BBC, Voice of America dan Radio Liberty pada 26 Nopember 2003. Para jurnalis itu diberi kesempatan wawancara oleh pihak berwenang Uzbekistan, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa pemimpin politik dari Gerakan Muslim Uzbekistan itu diperlakukan baik selama dalam penjara. Pada saat itu, berita tentang keadaan Askarov hanya berisi cerita versi pemerintah Uzbekistan saja.
Sebagaimana dilansir Eurasianet (28/11/2003) yang mengutip laporan Radio Liberty, kepada para wartawan yang mengunjunginya, awalnya Askarov hanya memberikan kesaksian biasa-biasa saja. Namun begitu dia ada kesempatan hanya bersama mereka di ruang pertemuan, Askarov lantas membeberkan cerita yang sebenarnya. Termasuk tentang keterlibatan Menteri Dalam Negeri Uzbekistan Zokir Almatov dalam skenario kasus bom tersebut.
“Menteri Dalam Negeri Almatov sendiri yang mengundang saya ke kantornya dan menjanjikan jika saya mau memberi kesaksian yang memberatkan Solih, jika saya memainkan peran ini, maka semua orang akan diberi amnesti. Bahwa tidak akan ada yang ditembak, dan saya akan dibebaskan usai pengadilan. Maka saya mengatakan apa yang saya katakan di pengadilan untuk menyelamatkan orang-orang ini,” kata Askarov.
Orang-orang yang dimaksud Askarov antara lain tokoh Gerakan Muslim Uzbekistan Juma Namangani dan Takhir Yuldash, serta pemimpin Partai Demokrat Erk Mohammed Solih.
Dikatakan pula oleh Askarov bahwa dirinya berusaha menyelamatkan guru spiritualnya, Bahrom Abdullayev, dan lima orang kenalannya dari bidikan regu tembak. Abdullayev dituding oleh pemerintah menjadi dalang pemboman tersebut. Padahal pada kenyataannya, pria itu sudah terlebih dahulu masuk dan masih berada di dalam penjara ketika peristiwa bom Tashkent terjadi.
Kepada para wartawan Askarov menyangkal cerita versi pemerintah tentang apa yang terjadi pada 16 Februari 1999 itu. Dia mengatakan bahwa pemerintah sebelumnya sudah mengetahui peristiwa bom itu akan terjadi. Katanya, Abdullayev memperingatkan pemerintah tentang akibat serangan itu. Sebagai buktinya, Askarov menjelaskan kepada wartawan tantang apa yang terjadi sesaat setelah bom meledak.
“Bahkan belum sampai lima menit setelah ledakan, Karimov [Presiden Uzbekistan Islam Karimov], Rustam Inoyatov [Ketua Komite Keamanan Nasional], dan [Menteri Dalam Negeri] Zokir Almatov berada di lapangan [Mustakilik Maidoni, tempat gedung-gedung pemerintahan berada]. Dan sebagaimana menurut skenario, mereka menyatakan bahwa ini [bom Tashkent] dilakukan oleh para fanatik agama dan mereka berkata, ‘Kami tahu siapa yang melakukan ini dan kami akan segera menemukan mereka’,” papar Askarov.
Mohammad Solih dan Takhir Yuldash, kata Askarov, tidak terlibat sama sekali dengan pemboman itu.
Tahanan Tak Bersalah
Askarov akan menyelesaikan hukuman penjara pada April 2011 mendatang. Tapi belum tiba saat itu, pemerintah Uzbekistan telah menyerahkan Askarov kepada keluarganya dalam keadaan tak bernyawa. Kepada keluarga, pihak berwenang menyatakan gagal jantung adalah penyebab kematian Askarov.
Dalam pernyataan Sonmez dikatakan, Mazlumder pada 1 Desember 2010 telah meminta Presiden Turki, Perdana Menteri Turki, Komite Pencari Fakta HAM di DPR Turki, Dewan HAM PBB dan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi agar memberikan perhatian mereka pada kasus kematian Askarov ini.
Mazlumder mengharapkan bahwa perhatian atas kasus kematian Askarov menjadi pintu kemerdekaan bagi ratusan ribu tahanan tak bersalah yang dikurung dalam penjara-penjara Uzbekistan. [di/maz/eunet/hidayatullah.com]
Keterangan foto:
1. Zayniddin Askarov (atas)
2. Gulden Sonmez (bawah)