Hidayatullah.com–Sebagai uskup agung di Utrecht Kardinal Simonis melindungi seorang pastor pedofil selama bertahun-tahun. Simonis tahu bahwa lelaki itu telah berulang kali melakukan pelecehan, namun ia tetap membantunya mendapatkan posisi baru sebagai pastor di Amersfoort. Di sana si pastor kembali melecehkan bocah-bocah lelaki. Demikian penelitian Radio Nederland, NRC Handelsblad dan acara TV Nieuwsuur.
Tahun lalu Pendeta Ron (59) dipecat oleh uskup agung Wim Eijk akibat pelecehan seksual. Sejak saat itu, ia dilarang mengerjakan tugas-tugas pastoral. Simonis, pendahulu Eijks yang menjabat sebagai uskup agung dari 1983-2007, sebelumnya tak pernah memberi sanksi.
Reaksi Simonis
Menanggapi kasus ini, Simonis menyatakan bahwa “seorang psikolog perkembangan ternama telah menyatakan aman untuk kembali mengangkat Ron sebagai pastor. Atas dasar keterangan sang psikolog, akhirnya diputuskan” bahwa pendeta tersebut dipindahkan.
Simonis mengenal Ron sejak tahun tujuh puluhan. Menurut Ron, hubungan mereka sangat baik. Sedangkan menurut Simonis, hubungan mereka “cukup baik tapi mereka tidak berteman.”
Pengakuan
Awal tahun 90-an Simonis mendapat informasi dari Philippe Bär, uskup yang waktu itu menjabat di Rotterdam, bahwa si pastor melecehkan bocah-bocah lelaki di bawah umur di paroki Zoetermeer. Pada 1988 Hanneke Brunt (56) telah mengadukan pelecehan seksual yang terjadi pada putranya. Waktu itu Ron mengakui kejahatannya.
Kasus pelecehan ini ditutup bersyarat oleh Kejaksaan pada 1988 karena “kondisi kesehatan tersangka yang tidak memungkinkan.” Untuk mencegah tuntutan hukum, Ron tak boleh mengulangi kesalahan yang sama dalam waktu dua tahun.
Kembali terulang
Setelah kasusnya ditutup, uskup Bär di Rotterdam menempatkan Ron di Zoetermeer. Walau telah menerima peringatan dari Kejaksaan, Ron tetap mengulangi pelecehan.
Salah satu korbannya, Erwin Meester (sekarang 41 tahun) mengisahkan, “Kami jalan-jalan (…) Ia mengajak saya ke sebuah sauna. Di sana ia menggerayangi saya.”
Pada Mei 1989 Ron melecehkan tiga bocah lelaki berusia 14 tahun. Kasus ini sampai ke pengadilan. Pada Januari 1990 Ron diganjar hukuman tiga bulan penjara, vonis yang dijatuhkan ringan karena Ron bersedia mengikuti terapi psikologis.
Simonis tawarkan bantuan
Setelah Ron menjalani perawatan psikologis, uskup Bär di Rotterdam menginginkan Ron keluar dari keuskupannya. Seorang staf menulis surat pada Januari 1991 kepada keuskupan Utrecht. Ia memberi tahu bahwa Ron mencari pekerjaan. Surat itu menyinggung hubungan hangat antara Ron dan sang uskup agung:
“Kardinal Simonis mengenal Ron dengan baik.”
Sebagai jawaban dari permintaan Rotterdam, pada 1991 uskup agung Simonis mengangkat Ron sebagai pastor di sebuah paroki Amersfoort. Komunitas paroki di sana sama sekali tidak doberi tahu mengenai masa lalu Ron.
Korban Erwin Meester mengatakan, “Jika diingat-ingat, Simonis memang sengaja melindungi pendeta pedoseksual, padahal ia harusnya melindungi komunitasnya.”
Tidak Mungkin
Pada 1995 Hanneke Brunt mengetahui bahwa Ron bekerja di Amersfoort sebagai pendeta. Ia mendatangi Simonis dengan harapan bisa mencegah pelecehan terulang.
“Saya dua kali datang ke keuskupan di Maliebaan Utrecht bersama ibu saya,” kata Brunt.
“Pada kunjungan pertama Simonis menganggapnya sebagai lelucon. Hal itu pasti salah. ‘Ini tak mungkin terjadi dalam Gereja Katolik Roma. Kami tak mungkin melakukannya. Lagipula, dari mana Anda dapat cerita-cerita itu? Saya mengenalnya,’ begitu kata Simonis.”
Pada kunjungan kedua, Simonis menyuruh Brunt datang ke biro pengaduan Katolik-Roma Hulp en Recht. Pada 7 April 1997 Biro pengaduan Katolik Hulp en Recht menyatakan bahwa Gereja sama sekali tidak melakukan apa pun untuk membantu putra Brunt. Toh, menurut Hulp en Recht, gereja telah bertindak cukup untuk mencegah pelecehan terulang kembali.
Simonis menyangkal ia pernah berbicara dengan Hanneke Brunt.
Lebih Banyak Pengaduan
Pada 2007 Ron kembali berurusan dengan polisi. Dua bocah lelaki asal Amersfoort mengadukannya atas tindak pelecehan pada tahun 90-an. Ron diinterogasi, dan mengakui salah satu pelecehan.
Ia lagi-lagi lolos dari persidangan karena Kejaksaan Utrecht terlambat menerima dokumen dari polisi. Fakta-fakta di satu kasus ternyata sudah sebulan kadaluarsa. Sedangkan kasus kedua tidak bisa dibuktikan. Kasus ini ditutup September 2009.
Reaksi Simonis
Tahun lalu Simonis yang sudah pensiun menggemparkan acara TV Pauw & Witteman dengan pernyataannya soal pelecehan seksual: “Wir haben es nicht gewusst.” Kami tidak tahu. Sebuah idiom Jerman yang dulu sering digunakan Nazi jika mereka ditanya soal Holocaust. Dalam kariernya selama 38 tahun sebagai uskup dan uskup agung, ia mengaku “sangat teliti” menghadapi semua kasus pelecehan.
Menanggapi pertanyaan apakah dia sangat hati-hati berurusan dengan kasus pastor Ron, Simonis mengatakan, “Dengan apa yang saya ketahui saat itu: ya. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, setelah perundingan intern yang hati-hati. (…) Jika sekarang nyatanya tindakan tersebut tidak cukup, semua harus diperbaiki. Dan saya menyayangkan hal itu.”