Hidayatullah.com–Berdasarkan hasil resmi referendum yang diumumkan hari Ahad (20/3), rakyat Mesir setuju untuk dilakukannya amandemen konstitusi negara mereka.
Sebanyak 77,2% rakyat pemberi suara menginginkan dilakukan perubahan dalam konstitusi, yang akan mengantarkan mereka pada pemilihan umum parlemen dan presiden enam bulan mendatang.
Sekitar 18,5 juta dari kira-kira 45 juta rakyat yang punya hak suara, atau 41%, mendatangi tempat pemungutan suara.
Perubahan konstitusi akan membatasi masa jabatan presiden. Seorang presiden terpilih hanya diperbolehkan menjabat maksimal dua kali berturut-turut untuk satu masa bakti selama 4 tahun. Ketika digulingkan, Hosni Mubarak telah berkuasa selama lima periode, masing-masing selama 6 tahun.
Perubahan dalam konstitusi Mesir juga akan mencantumkan tentang pengawasan yudisil atas pemilihan umum yang digelar di negara itu.
Masalah perubahan dalam konstitusi membuat rakyat Mesir terpecah. Sebagian menginginkan agar konstitusi ditulis ulang seluruhnya.
Reformasi Mesir didukung penuh oleh kelompok Islam terbesar di negeri Firaun itu, Al-Ikhwan Al-Muslimun (Ikhwan), dan juga sisa-sisa partainya Mubarak, Partai Nasional Demokrat.
Beberapa kalangan menilai, pemilu yang dipercepat akan menguntungkan Ikhwan dan Partai Nasional Demokrat.
“Ketakutan yang utama adalah, hal itu akan ditafsirkan oleh sebagian kekuatan politik bahwa mendukung referendum merupakan semacam dukungan terhadap program mereka, maksudnya kelompok Islam,” kata pengamat politik Diaa Rashwan kepada Reuters.
Pakar politik yang mengamati referendum Mesir yang digelar hari Sabtu, Josh Stacher, membenarkan bahwa pemilu yang dipercepat akan menguntungkan kelompok Ikhwan dan juga partainya Mubarak.
Meski demikian menurut Stacher, “Ini ada pemungutan suara untuk stabilitas dan mempercepat proses transisi negara; keinginan untuk mempercepat, daripada memperlambat proses.”*