Hidayatullah.com–Kepolisian negara bagian New South Wales, Australia diberi hak untuk membuka burka dan penutup wajah lainnya untuk mengidentifikasi tersangka tindakan kriminal.
“Saya tak peduli apakah orang itu mengenakan helm, burka, cadar atau jenis penutup wajah lainnya. Polisi harus diizinkan melakukan identifikasi dengan jelas,” kata Perdana Menteri New South Wales, Barry O’Farrell.
O’Farrell menambahkan dia menghormati semua kepercayaan yang dipeluk warga negara bagian itu. Dan putusan ini tak berkaitan sama sekali dengan aturan agama.
“Namun, pada saat hukum harus ditegakkan, maka polisi harus memiliki cukup kuasa untuk memastikan identifikasi yang dilakukan benar,” lanjut O’Farrell.
Keputusan pemerintah negara bagian ini disambut baik aparat kepolisian. Mereka menilai keputusan ini akan memberikan kepastian baik bagi masyarakat atau kepolisian.
Dan, siapapun yang menolak membuka penutup wajahnya maka terancam hukuman maksimal tiga tahun penjara dan hukuman denda.
Hati-hati
Majelis Ulama New South Wales mengatakan menerima aturan baru itu. Sementara Asosiasi Perempuan Muslim menambahkan aturan ini bisa diterapkan jika kepolisian menanganinya dengan hati-hati, misalnya turut menugaskan polisi perempuan.
Keputusan ini dibuat setelah dalam kasus terbaru seorang perempuan muslim yang menggunakan burka dibebaskan dari tuntutan hukum.
Perempuan itu, Carnita Matthews terbukti bersalah karena menuduh seorang polisi memaksanya membuka burka dalam sebuah tes nafas acak.
Tahun lalu, pengadilan menjatuhi Carnita hukuman kurungan enam bulan..
Namun, dalam pengajuan banding, hakim membatalkan hukuman itu dengan alasan aparat hukum tak dapat melihat wajah tersangka.
Cadar yang dikenakan Carnita tidak memungkinkan dilakukannya identifikasi dengan benar.
Dengan alasan serupa, seharusnya semua pemerintah daerah di Indonesia bisa memaksa para turis yang seenaknya mengumbar aurat untuk berpakaian lebih sopan atau mendapat denda.*