Hidayatullah.com–Perundingan damai antara pemerintah Filipina dengan kelompok perjuangan Muslim Moro diupayakan tuntas dalam dua tahun. Demikian dikatakan kepala perunding MILF, Selasa (09/8), menjelang perundingan di Kuala Lumpur pada 22 Agustus mendatang.
Menurut Mohagher Iqbal, Front Pembebasan Islam Moro (MILF) berupaya mewujudkan “negara dalam negara” sebagai solusi mengakhiri pertikaian mereka dengan pemerintah Manila. Sebuah usulan yang juga akan dicoba oleh Presiden benigno Aquino dengan memberikan otonomi yang lebih luas kepada wilayah Mindanao.
“Itu tergantung pada keinginan politiknya (presiden),” kata Iqbal dalam wawancaranya di kantor Reuters di Manila.
Sementara itu Marvi Leonen, kepala perunding pihak pemerintah, mengatakan bahwa Manila siap untuk mengajukan usulannya kepada pihak Muslim dalam perundingan nanti. Tapi ia menolak memberikan komentar atas sikap MILF terkait kontrak pengeboran minyak dan gas di wilayah Mindanao.
“Saya tidak bisa berkomentar, karena MILF belum meresmikan posisinya dalam hal itu,” kata Leonen.
Menurut Jose Layug, pejabat di Departemen Energi, pemerintah tidak akan memenuhi tuntutan MILF yang menuntut penangguhan tender 15 kontrak pengeboran minyak dan gas senilai sedikitnya USD 7,5 milyar.
Populasi Muslim di Filipina mencapai 12 juta orang. Antara tahun 1450 dan 1515, dua wilayah kekuasaan islam didirikan di daerah selatan yaitu di kepulauan Sulu dan Mindanao. Saat masuk menjadi bagian negara Filipina, wilayah kekuasaan Muslim dijanjikan tetap berwenang mengatur wilayahnya sendiri dengan hak otonomi yang luas. Namun kenyataannya, Manila tidak menepati janji itu.*