Hidayatullah.com–Knigge Society organisasi kemasyarakatan di Jerman yang kerap memberi saran-saran mengenai etika dan perilaku sosial menyerukan agar berciuman di tempat kerja dilarang.
Ketua Knigge Society, Hans-Michael Klein, mengatakan dia menerima berbagai email dari para pekerja yang prihatin soal masalah ini. Praktek menyambut teman atau mitra bisnis dengan mencium pipi tidak nyaman bagi kebanyakan warga Jerman. Dia menyarankan agar orang di tempat kerja cukup bersalaman saja.
“Kami tidak bisa mengizinkan (berciuman di tempat kerja),” katanya kepada BBC (11/8).
“Namun kami harus melindungi orang-orang yang tidak ingin dicium. Jadi kami menyarankan bahwa jika orang tidak keberatan, mereka bisa mengumumkan dalam pesan di kertas kecil yang disimpan di mejanya,” katanya.
Menurut Klein, dia telah menerima 50 email tahun ini saja mengenai bertambahnya jumlah orang berciuman pipi -kadang-kadang malah di kedua pipinya- sebagai penyambutan di tempat kerja.
“Orang mengatakan ini bukan perilaku khas orang Jerman,” tuturnya.
“Kebiasaan ini datang dari tempat lain seperti Italia, Prancis dan Amerika Selatan serta memiliki konteks budaya tersendiri. Kami tidak menyukainya, kata mereka,” ujar Klein.
Knigge Society pernah membahas masalah ini dan melakukan survei terhadap orang-orang di jalan maupun di seminar.
“Sebagian besar orang mengatakan tidak menyukainya. Mereka merasakan terdapat aspek erotis di dalamnya, semacam kontak tubuh yang dapat digunakan para pria untuk mendekati seorang wanita,” lanjutnya.
Di Eropa terdapat “zona jarak sosial” selebar 60cm yang menurutnya harus dihormati.
“Knigge” diterjemahkan sebagai “perilaku sopan” dan kelompok ini berkantor di sebuah kastil, 80 kilometer dari Dortmund, di Jerman barat.
Jerman, negara Barat yang dikenal liberal dan bebas itu masyarakatnya masih banyak yang merasa risih dengan kebiasaan itu. Lucunya, di Indonesia yang mayoritas beragama Islam, justru membawa budaya asing itu ke dalam negeri. Sebagaimana diketahui, cipika-cipiki sempat “dipopulerkan” di kalangan pejabat saat pemerintahan BJ Habibie, yang kebetulan lulusan dan lama menetap di Jerman.*