Hidayatullah.com–Tanzania belum akan mengakui pemerintah baru Libya, yang sekarang dikuasai kelompok pemberontak, sebelum Dewan Transisi Nasional memenuhi kondisi yang disyaratkan oleh Uni Afrika, lapor media resmi pemerintah, Kamis (10/11/2011).
Deputi menteri untuk urusan luar negeri dan kerjasama internasional, Mahadhi Juma Maalim, kepada parlemen di Dodoma mengatakan bahwa Tanzania tidak akan mengakui rezim apapun yang mendapat kekuasaan dengan cara-cara yang tidak konstitusional. Demikian dilaporkan media resmi Dailynews dikutip Xinhua.
Maalim mengambil Madagaskar sebagai contoh. Setelah Marc Ravalomana terpilih kembali pada tahun 2006, pemerintahnya dibubarkan pada Maret 2009, lewat sebuah kudeta oleh Andry Rajoelina yang didukung militer. Maalim mengatakan, hingga saat ini rezim Rajoelina yang berkuasa masih belum diakui oleh Tanzania.
Tanzania akan mengakui pemerintah baru Libya, jika rezim itu memenuhi tiga kriteria yang ditetapkan Uni Afrika, termasuk pembentukan pemerintahan transisi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan suku-suku di Libya.
Disamping itu, pemerintah transisi harus melakukan rekonsiliasi nasional untuk menyatukan seluruh bangsa Libya, sejalan dengan rencana masa depan Libya yang disarankan Uni Afrika, yang akan bermuara pada pelaksanaan pemilihan umum yang demokratis, damai dan bebas di Libya.
“Kriteria di atas tidak khusus berlaku untuk Libya. Adalah kebiasaan sikap Tanzania untuk tidak mengakui rezim yang tidak dapat memenuhi aturan, hukum dan kebiasaan internasional. Itu adalah kriterai yang sama, yang diterapkan Tanzania untuk tidak mengakui rezim semacamnya di Mauritania, Guinea, Niger dan Madagaskar,” papar Maalim.
Namun, setelah kritera tersebut dipenuhi, Tanzania sekarang mengakui pemerintah Mauritania, Guinea dan Niger.
Mengenai pemberontakan yang dilakukan atas Muammar Qadhafi, Maalim kembali menegaskan penentangan Tanzania atas tindakan tersebut.
“Kami tidak pernah tinggal diam … Sikap Tanzania sangat jelas sejak perang itu dimulai. Kami tidak mendukung resolusi (pemberontakan) itu,” kata Maalim, menjawab pertanyaan dari Khalifa Khalifa, seorang anggota parlemen dari partai oposisi Front Persatuan Rakyat.*