Hidayatullah.com—Pengunduran diri Kofi Annan sebagai utusan khusus PBB untuk Suriah menimbulkan tanda tanya akan kelangsungan misi PBB di negara masih mengalami bentrokan bersenjata itu.
Sejak awal sejumlah kalangan menilai misi Annan di PBB adalah sebuah mission impossible yang sulit untuk diwujudkan. Dan pengunduran diri diplomat asal benua Afrika itu seakan membenarkannya.
“Dari banyak sisi pengunduran diri Annan menegaskan apa yang sudah kita ketahui bahwa tidak mungkin membuat pemerintah Assa mau menyelesaikan konflik ini,” kata Jon Alterman dari Center fo Strategic and International Studies, dikutip Euronews (3/8/2012).
Kekecewaan tentu dirasakan oleh kelompok oposisi, yang sangat berharap organisasi dunia PBB dapat membantu mereka mengakhiri konflik di Suriah dan menurunkan Presiden Bashar Al Assad.
“Yang tersisa adalah mencari solusi di luar Dewan Kemanan PBB,” kata Monzer Makhous dari Dewan Nasional Suriah.
“Dan saya tegaskan kembali bahwa hal ini hanya dapat dilakukan dengan membuat zona terlindungi yang merupakan zona larangan terbang dengan zona pengecualian udara,” imbuh Makhous.
“Tuan Annan telah memberitahu saya dan Sekretaris Jenderal Liga Arab Tuan Nabil Al Araby, akan maksudnya untuk tidak memperbaharui mandat saat habis masanya pada 31 Agustus 2012,” kata Ban Ki-moon, dikutip Deutsche Welle (2/8/2012).
“Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada Tuan Annan atas kesungguhan dan upayanya yang berani yang telah beliau lakukan sebagai utusan khusus untuk Suriah,” kata sekjen PBB itu.
PBB dan Liga Arab menunjuk Annan, seorang penerima Nobel Perdamaian, sebagai utusan khususnya dalam mengatasi konflik di Suriah pada 23 Februari lalu. Presiden Suriah Bashar Al Assad menyetujui 6 poin rencana perdamaian yang dibawa Annan, namun tidak pernah memenuhinya.
Rusia dan China yang mendukung rezim Bashar Al Assad tida menyetujui rencana damai yang dibawa Annan itu ke Suriah, yang antara lain berisi permintaan agar Assad meletakkan jabatannya.
Menanggapi keinginan Annan, Rusia dan China menyatakan penyesalan atas pengunduran diri politisi yang dianggap cukup brilian di kancah internasional itu.
Majelis Umum PBB rencananya akan mengeluarkan resolusi terkait kegagalan DK-PBB dalam menyelesaikan konflik di Suriah. Meskipun demikian, resolusi itu tidak memiliki gigi dan tidak akan membawa banyak perubahan dalam perseteruan antara kelompok oposisi dengan rezim Bahar Al Assad.*