Hidayatullah.com—Para pakar pendidikan di Arab Saudi berpendapat, minimnya keterampilan berbahasa Inggris dan komputer di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah penyebab mengapa 50 persen sarjana masih menjadi pengangguran sampai saat ini.
Mereka menyalahkan Kementerian Pendidikan atas dilema tersebut, yang diperkirakan dialami jutaan pengangguran lulusan perguruan tinggi.
Saad al-Qarni seorang manajer sumber daya manusia mengatakan, tingkat penguasaan bahasa Inggris dan komputer lulusan universitas sangat disesalkan rendah sekali.
“Sangat sedikit sekali dari mereka yang memahami pentingnya dua keterampilan ini, mengikuti kursusnya atau bertandang ke luar negeri untuk tujuan itu,” katanya dikutip Saudi Gazette (25/2/2013).
Al-Qarni juga menyalahkan Kementerian Pendidikan yang dianggap lebih tunduk pada tekanan sekelompok orang yang keberatan mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar dengan alasan melestarikan bahasa Arab.
Sementara itu menurut pakar ekonomi Abdulrahman al-Ali, kesalahan metode pengajaran yang hanya mengandalkan evaluasi siswa dan bukan ujian tertulis merupakan penyebab rendahnya kualitas pendidikan.
Menurutnya, Kementerian Tenaga Kerja dan dunia usaha harus memperingatkan Kementerian Pendidikan akan kurangnya keterampilan lulusan perguruan tinggi dalam bahasa Inggis dan komputer.
Di lapangan, imbuh Ali, ada perbedaan yang sangat besar antara gaji yang diperoleh mereka yang bisa berbahasa Inggris dan komputer dibanding mereka tidak memiliki keterampilan keduanya.
Fayez al-Salalmi seorang pakar pembangunan sumber daya manusia mengatakan, keterampilan bahasa Inggris dan komputer harus diajarkan di tingkat sekolah dasar. Dia juga meminta agar para pengusaha memberikan pelatihan tambahan kepada para pekerjanya.
Menurut Salalmi, 70 persen pekerja asing yang bekerja di Saudi sekarang merupakan lulusan sekolah menengah dan mereka mendapatkan pelatihan dari majikannya.
Data Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan, terdapat 1,2 juta orang Saudi yang bekerja di sektor swasta, jauh di bawah orang asing yang mencapai 6 juta orang. Dari jumlah itu, 30 persen bekerja di sektor ritel yang tidak menuntut kualifikasi pendidikan tinggi. Dari angka itu jelas terlihat, sumber daya manusia Saudi lulusan perguruan tinggi banyak yang tersia-siakan.*