Hidayatullah.com—Sekitar 400.000 anak berisiko mengalami kematian akibat kelaparan di Republik Demokratik Kongo, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ribuan keluarga melarikan diri ke daerah semak di wilayah Kasai, di mana mereka tinggal di sana selama berbulan-bulan, kekurangan makan dan minum. Banyak dari mereka sudah meninggal dunia.
Wilayah Kasai dulu merupakan daerah makmur dan damai di RD Kongo, tetapi terseret ke dalam konflik berdarah pada 2016. Kekecewaan mendalam terhadap pemerintah yang sudah berlangsung lama memicu timbulnya benih-benih pemberontakan.
Pada Desember 2017, PBB mendeklarasikan krisis di RD Kongo sama seriusnya dengan apa yang terjadi di Yaman, Suriah dan Iraq.
UNICEF menyerukan pengumpulan dana $88 juta untuk bantuan kemanusiaan di Kasai. Jubir UNICEF Christophe Boulierac baru saja melakukan kunjungan ke sana. “Saya benar-benar terkejut dengan apa yang saya lihat di sana,” kata Boulierac kepada BBC Jumat (11/5/2018).
Boulierac mengatakan dia mengunjungi tiga rumah sakit dan melihat anak-anak mengalami kekurangan gizi akut yang sangat parah. Ketika dia kembali beberapa hari kemudian, beberapa anak meninggal dunia.
“Kami tidak mengatakan bahwa anak-anak berisiko kehilangan nyawa karena kurang gizi di Kasai, kami mengatakan bahwa anak-anak di sana memang sedang menunggu ajal, mereka sekarat, mereka sudah mati, dalam kehiningan, di semak-semak,” kata Boulierac.
Sebagian dari warga yang menyelamatkan diri ke daerah semak belukar sekarang sudah kembali ke desa mereka yang hancur, di mana tidak ada tanaman pangan yang tumbuh.
UNICEF memperkirakan bahwa hampir 4 juta orang di Kasai membutuhkan bantuan. Anak-anak yang kekurangan gizi adalah yang paling rentan.
Organisasi PBB itu mengatakan ingin menambah jumlah dapur umum, melatih tenaga medis dan memberikan pendampingan kepada bocah-bocah yang dipaksa menjadi tentara anak oleh kelompok-kelompok bersenjata.
Aksi pemberontakan pecah pada tahun 2016, setelah pemerintah menolak mengakui seorang kepala suku setempat sebagai kepala daerah di sana, Kamina Nsapu, dan justu menempatkan orang lain yang dipilihnya sendiri.
Baik para pendukung Nsapu maupun pihak militer sama-sama dituding menebarkan malapetaka di sana.*