Hidayatullah.com—Pemuda Kristen anggota Freemason asal Norwegia penjagal puluhan orang dan melukai puluhan lainnya, Anders Behring Breivik, ditolak oleh Universitas Oslo untuk mengikuti perkuliahan di lembaga pendidikan tinggi itu.
“Kesimpulannya adalah bahwa Breivik dinilai tidak mencukupi kualifikasi untuk mulai mengikuti kuliah ilmu politik,” kata Rektor Universitas Oslo Olle Peter Ottersen kepada AFP Selasa (6/8/2013).
Menurut Ottersen, surat standar berisi penolakan atas pendaftaran Anders Breivik telah dikirimkan kepada yang bersangkutan.
Sejumlah staf dan pengajar di Universitas Oslo dikabarkan menolak pendaftaran yang diajukan Breivik tersebut. Sebagian bahkan menyatakan akan menolak jika harus melakukan kontak dengan pemuda yang kini berusia 34 tahun itu.
Di Norwegia, pihak universitas memilih calon-calon mahasiswa mereka berdasarkan nilai tertentu, yang didapat dari hasil ujian akhir sekolah menengah. Dari tahun ke tahun nilai yang ditetapkan itu berubah-ubah.
Saat ini Breivik hanya berpendidikan sekolah menengah. Menurut pengacaranya Vibeke Hein Baera, pemuda itu ingin melanjutkan pendidikan selama mendekam dalam penjara.
“Dia mengumpulkan nilai agar dapat masuk universitas. Musim panas ini dia belajar matematika dan tentu saja dia harus belajar bidang studi lainnya untuk memenuhi syarat,” kata Hein Baera kepada AFP.
Pemuda Kristen teroris itu melakukan peledakan bom di daerah pusat pemerintahan di Oslo pada 22 Juli 2011. Tidak lama kemudian di melakukan penembakan massal di Pulau Utoeya. Sebelum melakukan serangan itu Breivik membuat pernyataan menentang perkembangan Islam di Eropa. Dia hanya diganjar hukuman penjara 21 tahun untuk menebus 77 nyawa orang yang dibunuhnya dan puluhan orang lain yang terluka. Hukuman baru bisa diperpanjang nantinya, bila dia dianggap masih berbahaya.
Mengaku tidak menyesal dengan perbuatannya, Breivik berulang kali menyerukan ideologinya menentang apa yang disebutnya sebagai multikulturalisme di Eropa.
Sebelumnya diketahui, dan juga diakui Breivik, dia melakukan kontak dengan para aktivis anti-Islam di Amerika Serikat –antara lain Pamela Geller– dan mengaku mengagumi orang-orang seperti Geller dan politisi anti-Islam Belanda Geert Wilders.*