Hidayatullah.com–Arab Saudi telah menekan bisnis-bisnis lokal untuk tidak bertransaksi dengan Turki dan industrinya dalam upaya untuk meningkatkan boikot tidak resminya. Penahanan truk-truki yang membawa produk dari Turki telah meningkatkan ketegangan antara kedua negara lapor laman Middle East Monitor (Memo).
Menurut Middle East Eye, mengutip informasi dari pejabat Turki, kerajaan Arab Saudi telah mencegah truk yang membawa buah dan sayur-sayuran segar melintasi perbatasan Saudi.
“Pihak berwenang yang terkait telah menghubungi Saudi tentang masalah ini,” kata salah satu pejabat, yang berbicara dalam kondisi anonym. “Menteri perdagangan telah melakukan panggilan telepon dengan rekan Saudinya,” tambahnya.
Surat kabar Turki, Dunya, juga melaporkan bahwa pemerintah Saudi telah menghubungi bisnis perseorangan dan memerintahkan mereka untuk tidak berdagang dengan perusahaan Turki atau membeli produk buatan Turki. Pemerintah akan menjatuhkan denda kepada perusahaan manapun yang mengabaikan perintah ini.
“[Arab Saudi] tidak dapat secara resmi mengungkapkan kebijakan ini karena sanksi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),” tambah surat kabar itu. “Anda bahkan tidak bisa menjual barang Turki dari Jerman karena mereka tidak menginginkan apapun yang memiliki cap ‘buatan Turki’.”
Kerajaan juga telah membatalkan kontrak kerja warga negara Turki berpangkat tinggi yang bekerja di dalam negara Teluk itu. Turki sedang mempertimbangkan pengaduan sengketa formal ke WTO dan mencari kompensasi jika hal ini terus berlanjut.
Beberapa tahun terakhir, hubungan antara Turki dan beberapa negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah sangat tegang karena perbedaan dalam tujuan dan inisiatif kebijakan luar negeri. Sementara Turki mendukung oposisi di Suriah dan pemerintah yang didukung PBB di Libya, misalnya, Arab Saudi dan sekutu regionalnya memiliki hubungan yang lebih hangat dengan rezim Suriah dan mendukung Marsekal Lapangan pemberontak Khalifa Haftar di negara Afrika Utara itu.
Masalah lain antara Ankara dan Riyadh adalah pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di pengasingan pada Oktober 2018, yang terjadi di dalam konsulat Saudi di Istanbul. Sementara Arab Saudi telah membantah tanggung jawab resmi atas pembunuhan itu dan menyalahkan para oknum jahat, Turki telah memberikan bukti yang, menurutnya, membuktikan bahwa pembunuhan diperintahkan oleh Putra Mahkota Mohammad Bin Salman.
Bulan ini, Turki mengajukan 20 tersangka ke pengadilan, yaitu mereka yang menjadi bagian dari pasukan pembunuh Saudi yang membunuh Khashoggi. Contoh-contoh kecil dari persaingan ini telah terlihat ketika, misalnya, Pangeran Faisal Bin Bandar Bin Abdulaziz menolak untuk minum kopi Turki yang ditawarkan kepadanya tahun lalu.
Pangeran Abdullah Bin Sultan Al Saud kemudian menyerukan boikot terhadap Turki dan produksinya sampai “Ankara meninjau kebijakannya dengan Kerajaan.” Dalam insiden lain pada tahun lalu, Riyadh memblokir puluhan truk Turki yang membawa produk tekstil dan bahan kimia di perbatasan Kerajaan.
Pihak berwenang Saudi juga telah mengubah istilah “Kekhalifahan Utsmaniyah” menjadi “pendudukan Ottoman” di buku pelajaran sekolah, dan tahun ini menghapus tanda dari jalan Riyadh yang dinamai Sultan Ottoman Suleiman yang Luar Biasa.*