Hidayatullah.com—Pemerintah Filipina mengatakan pihaknya telah menandatangani kesepakatan damai dengan kelompok Muslim terbesar guna mengakhiri konflik 40 tahun di selatan negara itu yang telah menewaskan ribuan orang.
Jurubicara kepresidenan Edwin Lacierda kepada Associated Press mengatakan, para perunding dan pemimpin Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang berkekuatan 11.000 orang menuntaskan perundingan pada hari Sabtu (24/1/2014) berupa dokumen final berisi antara lain deaktivasi bertahap pasukan MILF.
Perjanjian itu, beserta tiga kesepakatan lainnya, yang merupakan kesepakatan damai komprehensif diharapkan bisa ditandatangani segera di Manila. Perundingan-perundingan terakhir digelar di Malaysia, yang menjadi penengah dalam negosiasi itu.
Presiden Filipina Benigno Aquino III berharap dapat menuntaskan kesepakatan damai akhir dengan kelompok Muslim sebelum masa pemerintahannya berakhir pada pertengahan 2016.
Perlawan kelompok-kelompok Muslim di selatan Filipina (negara dengan komposisi penduduk penganut Kristen Katolik Roma terbesar di kawasan Asia, 80% dari total populasi) berangkat dari diingkarinya janji oleh pemerintah Manila atas penduduk di kawasan Pulau Mindanao dan sekitarnya.
Dulu, ketika setuju untuk bergabung dengan negara kepulauan Filipina, kerajaan dan suku-suku di selatan yang mayoritas Muslim dan wilayahnya kaya sumber daya alam –terutama minyak bumi– meminta syarat dijadikan sebagai wilayah otonomi khusus. Syarat itu diterima oleh pemerintah Filipina.
Namun dalam perjalanannya kemudian, pemerintah Manila justru memegang kendali penuh atas wilayah tersebut, termasuk dalam urusan pengelolaan sumber daya alamnya, sehingga Mindanao dan sekitarnya menjadi wilayah yang dimarjinalkan. Padahal sumber minyak di Filipina paling banyak terdapat di daerah Muslim di selatan dibanding daerah lain.
Disamping diburu ladang minyaknya, penduduk di selatan Filipina itu juga menjadi ladang kristenisasi oleh para penyebar Bibel.*