Hidayatullah.com–Pemerintah Persatuan Palestina bertemu di Gaza untuk pertama kalinya sejak 2014 pada hari Selasa sebagai langkah untuk menuju rekonsiliasi antara Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat dan yang dipimpin Fatah, dan jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Demikian laporan Arab News, Kamis (05/10/2017).
Pertemuan tersebut digelar untuk membahas peralihan pemerintahan Gaza ke pihak Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas.
Abbas telah berjanji untuk menghentikan tindakan hukuman terhadap Gaza, termasuk pemadaman bergilir yang menyebabkan krisis listrik di wilayah itu.
Perundingan-perundingan untuk mencapai kata sepakat dimulai setelah adanya pengumuman Hamas bulan lalu bahwa pihaknya bersedia mengizinkan Otoritas Palestina mengambil alih kekuasaan atas Gaza, sebuah langkah yang diharapkan Hamas bisa membebaskan blokade ekonomi yang diterapkan Israel dan Mesir atas jalur tersebut. Mesir dinilai telah memainkan peran penting dalam negosiasi-negosiasi itu.
Namun bagaimanapun juga, persoalan-persoalan rumit tetap ada: Bagaimana menghadapi sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin Al-Qassam; kontrol atas perbatasan; nasib puluhan ribu pegawai pelayanan publik yang dipekerjakan oleh Hamas; dan tanggal pemilihan pemerintahan kota, parlemen dan presiden.
Hani El-Masri, seorang analis Palestina dari Ramallah, mengatakan kepada Arab News bahwa untuk mencapai rekonsiliasi penuh akan memerlukan waktu.
“Ini akan menjadi kisah yang panjang, dimulai dengan mencapai kesamaan berdasarkan partisipasi politik dan diakhiri dengan kesepakatan bagaimana membangun kembali PLO secara inklusif,” katanya.
Selain divisi-divisi internal yang harus diatasi, ada kekhawatiran bahwa kekuatan luar bisa menyabotase negosiasi-negosiasi.
Baca: Perdana Menteri Otoritas Palestina Lakukan Kunjungan Bersejarah ke Gaza
Khaled Abu Arafeh, mantan menteri urusan Yerusalem di pemerintahan Haniyeh, mengatakan kepada Arab News bahwa banyak pihak – termasuk Amerika Serikat dan Israel – tidak menginginkan persatuan antara Hamas dan Otoritas Palestina.
“Kita harus sangat waspada karena banyak pihak yang berharap rekonsiliasi mengalami kegagalan,” katanya. “Kami membutuhkan prakarsa rakyat Palestina yang akan menciptakan gelombang dukungan masyarakat untuk memastikan bahwa tidak ada yang berani kembali memecahbelah rakyat Palestina.”
Sementara AS telah mendukung upaya persatuan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah meminta pemerintah persatuan baru itu untuk mengakui negara Israel sebagai negara Yahudi.
Ketika mengunjungi pemukiman Ma’ale Adumim, Netanyahu mengatakan: “Kami mengharapkan ada pihak yang membicarakan proses perdamaian untuk mengakui Israel dan, tentu saja, mengakui sebuah negara Yahudi, dan kami tidak akan menerima rekonsiliasi palsu di mana pihak Palestina tidak mengakui keberadaan kami.”
Mahmoud Abbas yang sebelum ini banyak disetir AS dan Israel telah berulang kali menolak tuntutan penjajah untuk mengakui Israel sebagai Negara Yahudi, dan telah meminta Israel untuk mengganti namanya di PBB.
Sementara pengamat Palestina Ibrahim Habib dikutip The Palestinian Information Centre (PIC), menyatakan, Israel punya kepentingan dalam rekonsiliasi. Selain itu, melihat rekonsiliasi ini harus ada pemisahan antara ambisi Israel yang dilontarkan media dan sikap-sikap riilnya di lapangan.
Baca: Turki Memperingatkan Adanya Konspirasi Berbahaya terhadap Palestina
Israel yang sebelumnya menolak rekonsiliasi secara tajam, dan menolak Hamas mendapat poris bersama Otoritas Palestina dalam pemerintahan. Namun realitanya di lapangan tampak berbeda.
Rekonsiliasi ini memberikan indikator peluang kepada Israel untuk menekan Palestina, terutama Hamas agar melucuti senjata perlawanannya dan menggulirkan kembali persoalan tawanan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu telah memperingatkan konspirasi berbahaya sedang direncakan terhadap kasus Palestina, menambahkan bahwa negara-negara di wilayah itu sedang berupaya mengubah Otoritas Palestina (PA) dan menempatkan boneka-bonekanya, kutip Anadolu Agency.*/Abd Mustofa