Hidayatullah.com—Keputusan pemerintah Indonesia untuk melarang warganegaranya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di 21 negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, tidak akan mempengaruhi pasar tenaga kerja, sebab pekerja asing di kerajaan itu berasal dari berbagai negara, kata seorang pejabat senior Saudi sebagaimana dilansir Saudi Gazette hari Kamis (7/5/2015).
Saad Al-Badah, kepala Komisi Nasional untuk Rekruitmen sebagaimana dikutip koran harian Makkah mengatakan bahwa orang Indonesia hanya mencakup 1 persen dari tenaga kerja asing di Arab Saudi.
“Pekerja asing dari Indonesia biasanya sopir dan pekerja di perusahaan-perusahaan swasta di Kerajaan,” kata Al-Badah, seraya menambahkan kebijakan pemerintah Jakarta itu tidak akan berdampak pada Saudi.
Sebuah sumber di Kedubes Indonesia di Riyadh yang menangani urusan tenaga kerja mengatakan para diplomat belum menerima perintah resmi terkait masalah itu, lapor Saudi Gazette.
“Larangannya terbatas pada pembantu rumah tangga dan sopir keluarga dan bukan untuk semua ekspatriat Indonesia,” kata sumber itu.
Sementara itu Wakil Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Ahmad Fahid mengatakan bahwa kementerian memperlakukan seluruh pekerja asing dengan sama dan melindungi hak-hak seluruh warganegara dan pekerja asing.
“Apa yang dipublikasikan media tentang Arab Saudi yang merendahkan dan menyiksa pekerja asing adalah tidak benar,” kata Fahid.
“Kerajaan ini menampung lebih dari 10 juta pekerja asing dan mereka semua terhormat di mata kementerian dan menerima gaji yang layak, ditambah dengan bonus-bonus musiman dari kementerian,” imbuhnya.
Dia menambahkan, kementerian menyediakan layanan dalam 8 bahasa guna memastikan orang-orang asing dari berbagai negara dapat berkomunikasi secara efektif ketika menyampaikan keluhan dan mengadukan masalah-masalahnya.
“Pemerintah-pemerintah negara asing berhak memutuskan apakah warganya boleh pergi bekerja di luar negeri. Keputusan pemerintah Indonesia bagaimana pun tidak mempengaruhi Kerajaan. Ini bukan yang pertama kalinya sebuah negara asing memutuskan untuk melarang rekruitmen. Larangan dan kesepakatan selalu ada di antara negara-negara dan sering kali berlaku hanya sementara,” imbuh Al-Badah.*