Hidayatullah.com—Para aktivis penentang pertemuan tingkat tinggi G7 di Jerman bulan depan hari Rabu (27/5/2015) mengumumkan akan melancarkan serangkaian unjuk rasa dan menuding pemerintah melakukan pembatasan atas hak mereka untuk berdemonstrasi.
Pada 7-8 Juni Kanselir Angela Merkel akan menjadi tuan rumah KTT G7, yang terdiri dari negara-negara industri besar, di sebuah tempat tetirah mewah Kastil Elmau di selatan Bavaria.
Aktivis anti-globalisasi dan aktivis lainnya berencana melakukan unjuk rasa dengan kekuatan ribuan orang. Sementara negara tuan rumah, yang takut terjadi kerusuhan, telah memberlakukan kontrol lebih ketat di perbatasan dan mengerahkan 15.000 polisi di seluruh penjuru negeri guna mengamankan pertemuan G7.
“Sekarang ini sepertinya negara dan pemerintah serta polisi berusaha melakukan apapun untuk mencegah aksi demonstrasi kami,” kata salah satu panitia penyelenggara Claus Schreer kepada para wartawan di kota Munich seperti dikutip AFP.
Schreer mengatakan panitia masih menunggu izin resmi untuk melakukan demonstrasi yang akan digelar di dekat tempat pembukaan pertemuan G7 pada 7 Juni mendatang. Jika perlu, mereka siap untuk membawa kasus itu ke pengadilan.
Pihak penyelenggara demonstrasi juga menuding pemerintah kota di Bavaria di kawasan Pegunungan Alpen, Garmisch-Patenkirchen menghambat rencana unjuk rasa yang akan digelar di daerah pertanian setempat, dengan alasan tempat itu rawan banjir bandang.
Aksi protes di siang hari menentang G7 –yang beranggotakan Inggris, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, Jepang dan Amerika Serikat– sudah boleh dilakukan pada 4-7 Juni di stasiun kereta Garmisch-Patenkirchen, Klais dan Mittenwald.
Kata polisi hari Selasa kemarin, Jerman secara parsial tidak memberlakukan ketentuan bebas visa Schengen sampai pertengah Juni, dengan tujuan mencegah orang-orang yang akan membuat keributan dan kerusuhan masuk ke wilayahnya. Polisi tidak ingin terjadi kerusuhan seperti saat pertemuan Bank Sentral Eropa di Frankfurt bulan Maret lalu digelar.
Koalisi “Stop G7 Elmau” dalam situsnya menuding G7 menerapkan kebijakan ekonomi neo-liberalisme, perang dan militerisasi, eksploitasi, kemiskinan dan kelaparan,degradasi lingkungan, serta kebijakan tutup pintu bagi para pengungsi.*