Hidayatullah.com—Jumlah korban meninggal akibat hawa panas yang menyengat di selatan Pakistan bertambah mendekati angka 800, dengan perkiraan korban masih akan berjatuhan dalam beberapa hari ke depan.
Sedikitnya 775 orang telah meninggal dunia akibat sengatan panas, dehidrasi, atau penyakit lain yang berkaitan dengan suhu udara tinggi di Karachi, sejak Sabtu lalu, menurut data pemerintah.
“Kamar-kamar mayat kelebihan kapasitas, mereka menumpuk mayat satu di atas lainnya,” kata Dr. Seemin Jamali, seorang pejabat senior di Jinnah Postgraduate Medical Centre (JPMC) yang merupakan rumah sakit terbesar milik pemerintah di Karachi.
“Kami melakukan semuanya semanusiawi mungkin,” kata dokter wanita itu, seraya menambahkan bahwa JPMC kedatangan lebih dari 5.000 pasien yang mengeluh sakit karena hawa panas. Dari ribuan orang itu, 384 di antaranya meninggal dunia.
“Sampai [Selasa] malam, sulit dipercaya. Kami terus kedatangan pasien di unit gawat darurat setiap menit,” kata Jamali seperti dikutip Aljazeera.
Di antara korban meninggal, kebanyakan adalah orang tua atau miskin, kata pejabat setempat.
Pemerintah Provinsi Sindh mengumumkan hari Rabu (24/6/2015) sebagai hari libur umum untuk sekolah-sekolah dan lembaga pemerintah dikarenakan suhu udara sangat tinggi.
“Kami meluncurkan program kewaspadaan melalui saluran-saluran radio dan di rumah-rumah sakit, memperingatkan agar orang-orang tidak membiarkan dirinya terpapar sinar matahari secara langsung dan harus minum banyak air,” kata Jam Mehtab Dahar, menteri kesehatan Provinsi Sindh kepada Aljazeera.
Temperatur udara mencapai 43 derajat Celcius sejak hari Sabtu, sementara kelembaban udara tinggi, padahal biasanya daerah tersebut menikmati udara dingin pesisir pantai.
Suhu udara tertinggi di Karachi hari Selasa tercatat 41 derajat Celcius. Sementara kota-kota lain seperti Sukkur, Jacobabad dan Larkana mencapai masing-masing 45, 44 dan 43 derajat Celcius.
Kondisi tersebut diperparah dengan kerap matinya aliran listrik dan tersendat-sendatnya pasokan air bersih.*