Hidayatullah.com—Meskipun penuh kontroversi, komisi pemilihan umum Burundi hari Jumat (24/7/2015) mengkonfirmasi Pierre Nkurunziza memenangi pemilihan presiden yang membawanya pada masa pemerintahan ketiga, walaupun di negaranya seseorang hanya boleh menjabat presiden dua kali berturut-turut.
Nkurunziza mengamankan kursi kepresidenannya dengan mendulang 80 persen suara dari pemilih, lapor Euronews. Sementara Newsweek melaporkan bekas pemimpin pemberontak Hutu berusia 51 tahun itu mendapatkan 69,41 persen suara.
Lawan politik utama Nkurunziza tetap dicantumkan namanya dalam surat suara meskipun menyatakan boikot. Agathon Rwasa, saingan terbesat Nkurunziza mendapatkan 20 persen suara, lapor Euronews.
Para kritikus internasional, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa, mengatakan hasil pemilihan presiden yang dimenangkan Nkurunziza itu kurang memiliki kredibilitas.
Warga yang berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara cukup tinggi, mencapai 73 persen. Angka keikutsertaaan aktif rakya pemilik suara itu di atas perkiraan. Meskipun demikian, pemilih tidak banyak yang menyalurkan suaranya di ibukota Bujumbura, di mana kerap terjadi tindak kekerasan sejak bulan April lalu.
Sedikitnya 70 orang tewas dalam bentrokan di seluruh Burundi, sejak Nkurunziza mengumumkan pencalonan dirinya dalam pilpres untuk periode ketiga pada April lalu. Sementara 175.000 orang meninggalkan Burundi akibat kerusuhan itu.
Nkurunziza bersikeras maju dalam pilpres dengan alasan pada periode pertama dirinya dipilih sebagai presiden oleh parlemen, bukan rakyat. Sementara berdasarkan peraturan baru di mana presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, dia baru menjabat 1 periode, sehingga dia merasa masih berhak untuk maju dalam pilpres tahun ini.*