Hidayatullah.com—Langit Timur Tengah makin ramai. Setelah keterlibatan Rusia dan Iran dalam konflik Suriah, kini pesawat-pesawat militer Turki dikerahkan menghadangnya.
Sebelumnya, hari Rabu (30/09/2015) pesawat tempur Rusia mulai melancarkan 60 serangan udara ke tiga provinsi di Suriah yang banyak menelan warga sipil.
Turki menilai, serangan pesawat Rusia telah melanggar batas udara wilayah Turki di atas Distrik Hatay, Turki selatan pada hari Sabtu.
Pesawat-pesawat Rusia yang menuju kearah Suriah dihalangi oleh dua pesawat Turki jenis F-16. Demikian dikutip aljazeera.net versi Arab, Senin (05/10/2015).
Kementerian luar negeri Turki memanggil Duta Besar Rusia untuk memperotes insiden tersebut, dan meminta agar tidak terulang lagi di masa mendatang.
Turki mengancam, jika hal itu dilakukan, maka Moskow harus bertanggungjawab atas setiap kejadian yang tidak diinginkan.
Menurut laporan, Menteri Luar Negeri Feridun Sinirlioglu langsung menelpon dengan mitra Rusianya dan melaporkan padangannya. Menurut laporan, ia juga mengadakan percakapan dengan menteri luar negeri Amerika Serikat, Prancis, dan Italia untuk menilai kondisi itu sendiri. Termasuk berencana akan menghubungi Sekretaris Jenderal North Atlantic Treaty Organization (NATO), dan menteri luar negeri Jerman.
Rabu lalu, Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan penerbangannya telah melakukan serangan pertama di Suria, dan ia mengatakan bahwa serangan tersebut menghancurkan peralatan militer dan gudang senjata dan amunisi ISIS,
Faktanya, semua serangan Rusia tak satu pun menyasar ke ISIS. Serangan Rusia di Homs sebagian besar dikuasai gerilyawan yang berafiliasi Al Qaidah, Front Al Nusra. Sementara itu, daerah yang dihajar Rusia di Latakia sebagian besar dikuasai sebuah koalisi yang dikenal sebagai Tentara Penaklukan, termasuk di dalamnya Jabhah Al Nusra.
Daerah-daerah yang diserang di Hama sebagian besar dikontrol oleh kelompok Islam dan tentara pembebasan yang dikenal moderat dan anti Bashar al Asaad.
Presiden Turki Recep Toyyib Erdogan, pada hari Ahad menyatakan serangan Rusia di Suriah “tidak dapat diterima”, dan Moskow melakukan kesalahan besar dalam intervensi ini.
Rusia dan Turki saling berhadapan satu sama lain dalam urusan Suriah sejak pecahnya konflik pada tahun 2011. Rusia dengan Iran yang Syiah mendukung rezim tangan besi Bashar al Asaad yang membunuhi rakyatnya sendiri.
Turki pernah dekat dengan Suriah bahkan sempat dikenal sebagai ‘arsitek kemitraan baru Turki-Suriah’. Namun kedekatan ini berheti setelah pecahnya Revolusi Suriah (Tsaurah) pada tahun 2011.
Pasca kepemimpinan Erdogan, Turki menentang kebijakan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan mendukung pejuang pembebasan Suriah.
Sebelumnya, Erdogan telah memperingatkan ketidaksetujuan serangan Rusiah ke wilayah Suriah.
“Rusia tidak punya perbatasan dengan Suriah, tetapi Turki punya perbatasan yang panjangnya 911 kilometer. Saya gusar dengan apa yang terjadi sekarang,” tambah Erdogan dikutip BBC.*/Nur Bayyinah