Hidayatullah.com—Delapan kota di wilayah Arab Saudi menjadi target operasi besar mata-mata Iran, sejumlah mata-mata negeri Syiah itu sekarang sedang diperkarakan di pengadilan Riyadh.
Sel mata-mata, yang juga terdiri dari 30 warganegara Saudi itu, dijalanan oleh Kedutaan Iran di Riyadh dan disupervisi oleh pemimpin tertinggi spiritual Iran Ali Khamenei, serta Garda Revolusi Iran.
Anggota-anggota dari sel mata-mata itu dikabarkan dikabarkan mengirim 64 pesan berisi informasi berkaitan dengan militer, keamanan dan informasi sipil dari tujuh lokasi berbeda di Arab Saudi ke Iran. Kedutaan Iran diduga merekrut semua anggota sel mata-mata itu, lapor Arab News Senin (16/5/2016).
Iran menarget Arab Saudi dan negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) melalui aktivitas mata-mata dan eksploitasi haji/umrah, serta mengumpulkan beragam informasi, kata sumber keamanan.
Saat menggelar pertemuan dengan Dewan Syura belum lama ini, Brigjen Bassam bin Zaki Attiyah mengatakan bahwa aktivitas pariwisata Iran ke Saudi juga dipergunakan sebagai alat operasi telik sandi.
Menarget Saudi adalah tujuan sakral yang sangat ingin dicapai Iran guna mengganggu stabilitas kawasan dan mengubahnya menjadi daerah konflik, kata Attiyah.
Lebih lanjut Attiyah mengatakan bahwa Iran melancarkan berbagai bentuk terorisme termasuk melalui jalur diplomatik, mengacaukan pelaksanaan haji/umrah, menyulut pemberontakan di sejumlah daerah (seperti yang banyak terjadi di daerah-daerah berpenduduk Syiah di sebelah timur Saudi, red), penyelundupan bahan peledak ke Saudi, serta melatih elemen Daesh alias ISIS untuk melancarkan aksinya di dalam wilayah Saudi.
Menurut Attiyah, kaitan Iran dengan berbagai tindak terorisme di dunia dimulai sejak Revolusi 1979.
Menyusul digulingkannya kekuasaan Shah Persia tahun itu, negeri yang kemudian dikuasai oleh para pemimpin spiritual Syiah mulai menyebarkan ide revolusinya dengan membentuk negara Iran yang menghasilkan Hizbullah.
Strategi revolusi Iran didasarkan pada pendirian cabang-cabang Hizbullah di seantero dunia.
Kelompok Hizbullah yang paling terkemuka saat ini adalah pimpinan tokoh Syiah Hassan Nasrallah di Libanon, yang mendulang simpati besar dari kalangan Syiah dan Muslim (Sunni) ketika berani mengahadapi pasukan Zionis dan sekutunya Tentara Libanon Selatan (SLA) di selatan Libanon yang mayoritas dihuni warga Syiah di era 1980-an.
Baca juga: Liga Arab Resmi Nyatakan Hizbullah sebagai Kelompok Teroris
Resolusi Istanbul Himbau Fokus Palestina, Kutuk Intervensi Iran dan Hizbullah di Kawasan
Strategi Iran itu terdiri dari jangka pendek dan panjang. Jangka pendek Iran menarget Saudi, Iraq serta kawasan Hilal Subur (daerah berbentuk sabit dari kawasan Mesopotamia hingga ke Suriah, Palestina dan Mesir, yang juga disebut oleh ilmuwan Barat sebagai tempat lahirnya peradaban manusia) di bagian barat, serta Pakistan dan Afghanistan di bagian timur. Dalam jangka panjang, strategi Iran itu menjangkau kawasan Asia Tengah, Afrika Tengah dan Selatan.
Kejatuhan Iraq dan Taliban di Afghanistan merupakan keuntungan besar bagi gerakan revolusi Iran tersebut, kata Attiyah.*