Hidayatullah.com—Pasca usaha kudeta yang dilakukan militer Turki, Presiden Recep Tayyip Erdogan
CNN Turki memberitakan bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan ‘selamat’.
Dikutip BBC, Erdogan mengatakan bahwa aksi ini dilakukan oleh ‘struktur paralel’ dan ia akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya.
Di masa lalu, istilah ‘struktur paralel’ ia gunakan untuk mengacu kepada Fethullah Gullen, ulama Turki yang bermukim di Amerika Serikat, yang ia katakan ‘mendorong kerusuhan’ di Turki.
Sementara beberapa tentara ditempatkan di Lapangan Taksim di Istanbul pada Jumat (15/07/2016) malam.
Erdogan minta rakyat untuk turun ke jalan-jalan guna menentang ‘pemberontakan tersebut’.
“Saya minta rakyat berkumpul di berbagai lapangan dan bandar udara. Tak ada yang lebih tinggi dari kekuasaan rakyat,” kata Erdogan dikutip BBC.
Sementara itu, Perdana Menteri Binali Yildirim menyebut tindakan ini oleh kelompok militer ini ‘aksi ilegal’ dan menekankan bahwa ini ‘bukan kudeta’.
Ia menegaskan bahwa pemerintah masih ada dan bertanggung jawab menjalankan negara.
“Siapa saja yang ada di kelompok ini, yang melakukan tindakan ilegal, akan membayar dengan harga yang sangat mahal,” kata PM Yildirim.
Sumber di istana presiden kepada kantor berita Reuters mengatakan bahwa pernyataan tersebut tidak mendapat pengesahan dari komando militer Turki.
Ada laporan jenderal paling senior di jajaran militer Turki, Jenderal Hulusi Akar, termasuk di antara perwira tinggi yang disandera di markas besar militer.
Tembakan dilaporkan terdengar di markas besar kepolisian di Istanbul dan tank-tank ‘berada di luar’ bandar udara di kota ini.
Akibat aksi ini, semua penerbangan ‘telah dibatalkan’.
Hingga saat ini, belum ada verifikasi indenpenden, baik yang mengklaim maupun yang bertanggungjawab di Turki.
Sekretaris Negara AS John Kerry mengungkapkan bahwa ia telah menerima laporan terkait apa yang terjadi di Turki. “Saya tidak memiliki rincian. Saya berharap akan ada perdamaian, stabilitas dan kontinuitas di Turki,” imbuh dia dari Moskow.
Sebuah laporan dari Kedutaan Besar AS di Ankara menyebutkan, jet militer terbang rendah di atas kota dan Istanbul selama sekitar satu jam.
Dua jembatan di Istanbul bahkan ditutup satu arah oleh militer, dan kendaraan militer menghalangi jalan.
Diplomat Uni Eropa mengatakan ‘langkah militer ini sepertinya sudah diatur rapi, bukan oleh segelintir kolonel’.
Sumber di Uni Eropa kepada kantor berita Reuters mengatakan bahwa aksi militer ini ‘sepertinya sudah diatur rapi oleh satu kelompok penting di tubuh militer, yang tak hanya dilakukan oleh segelintir kolonel’.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, yang tengah mengadakan kunjungan di Moskow mengatakan dirinya berharap ada perdamaian dan ‘keberlanjutan’ di Turki.
Menteri Luar Negeri Inggris yang baru, Boris Johnson, mengatakan dirinya ‘sangat khawatir dengan perkembangan yang terjadi di Turki saat ini’.*