Hidayatullah.com—Kinerja pemerintahan Presiden Francois Hollande dalam bidang keamanan mendapatkan sorotan tajam, setelah terjadi pembunuhan di gereja oleh pelaku yang ternyata sedang dalam pemantauan aparat hukum.
Seorang dari pelaku, Adel Kermiche, seharusnya berada dalam pengawasan ketat setelah diproses hukum karena berusaha ke Suriah untuk berperang dua kali.
Perdana Menteri Manuel Valls mengakui sistem hukum di Prancis gagal.
“Penahanan rumah Adel Kermiche dengan pemantau elektronik awalnya diperintahkan oleh seorang hakim di pengadilan rendah yang khusus menangani kasus-kasus jihadisme dan dikukuhkan oleh tiga hakim banding berpengalaman. Kita harus mengakui kegagalan ini,” kata Valls kepada koran Le Monde seperti dilansir Euronews Jumat (29/7/2016).
Meskipun demikian, Valls juga menolak ide mantan presiden Nicolas Sarkozy yang mengusulkan agar diberlakukan tindakan yang lebih keras guna melacak dan mehanan orang-orang yang diketahui sebagai simpatisan Islam.
“Kita harus melakukan apapun yang dapat mewujudkan keamanan lebih baik, tapi ada garis yang tidak bisa terobos, yaitu supremasi hukum. Menahan orang hanya berdasarkan kecurigaan belaka secara moral dan legal tidak dapat diterima dan tidak akan efektif. Pemerintahan saya tidak akan menjadi pemerintahan yang mencipatakan penjara-penjara Guantanamo gaya Prancis,” tegas Valls.
Menurut perdana menteri itu, pemerintah memiliki strategi untuk mengalahkan “totalitarianisme islamis”, yaitu antara lain dengan revolusi di bidang budaya keamanan.
Laporan parlementaria yang dirilis awal bulan Juli menyeru dilakukannya perombakan besar dalam tubuh dinas intelijen Prancis dengan koordinasi dan pembagian informasi yang lebih baik.
“Perang ini … akan berlangsung lama dan kita akan menjadi target serangan-serangan lain,” kata Valls.
Pemerintah Prancis semakin dibuat bingung sebab pelaku kedua dalam serangan di gereja yang menewaskan seorang pendeta itu, remaja berusia 19 tahun bernama Abdel Malik Nabir Petitjean, yang tidak memiliki catatan kriminal, dilahirkan di Prancis dan fasih berbahasa Prancis, tetapi dalam sebuah video justru berbicara soal “menghancurkan negaramu.”*