Hidayatullah.com—Sedikitnya 3.800 kehilangan nyawa di Laut Mediterania tahun ini saat berusaha mencapai Eropa, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menjadikan tahun 2016 sebagai tahun mematikan bagi para migran yang menyeberangi jalur berbahaya itu untuk menuju negara harapan hidup barunya.
Lembaga PBB untuk urusan pengungsi mengumumkan kabar menyedihkan itu hari Rabu (26/10/2016), ketika muncul lagi kabar kematian para migran di laut lepas pantai Libya.
“Kami menerima laporan kematian lagi di Med(iterania),” kata juru bicara UNHCR William Spindler lewat Twitter seperti dilansir Deutsche Welle. “Kami bisa mengkonfirmasi sekarang bahwa sedikitnya 3.800 orang telah meninggal, menjadikan 2016 sebagai tahun paling memaitkan.”
Sebelumnya pekan ini UNHCR sudah memperingatkan bahwa tahun ini angka kematian di Laut Tengah sepertinya akan melampaui rekor tahun 2015 yang mencapai 3.771 orang. Lembaga PBB berbasis di Jenewa itu mengatakan setiap pekan ada migran yang kehilangan nyawa karena perahu yang ditumpanginya tenggelam di Laut Tengah.
Dalam kejadian terakhir belum lama ini, kelompok Dokter Tanpa Batas — lebih dikenal dengan akronim MSF dalam bahasa Prancis– mengatakan salah satu perahu miliknya berhasil menciduk 25 mayat dan menyelamatkan 107 migran penumpang perahu karet yang tenggelam sekitar 48 kilometer dari garis pantai Libya.
Para korban tewas ditemukan dalam kondisi dikelilingi tumpahan bahan bakar bercampur air laut pada Selasa malam kemarin. Mereka sepertinya kehilangan nyawa karena kehabisan napas, tubuhnya terbakar atau tenggelam. Sebanyak 137 migran lainnya diselamatkan dari sebuah perahu karet tidak jauh dari perahu pertama.
Konflik berdarah, kemiskinan dan kelaparan di negara-negara Afrika dan Timur Tengah mendorong ribuan orang menempuh perjalanan laut menantang maut untuk mencapai daratan Eropa.
Kesepakatan antara Turki dengan Uni Eropa untuk meredam arus pengungsi lewat rute timur Mediterania dan pulau-pulau Yunani mulai berlaku Maret lalu. Berdasarkan kesepakatan itu, Uni Eropa memberikan uang jutaan dolar kepada Turki dengan syarat pemerintah Ankara menerima pengungsi yang berhasil mencapai Yunani untuk dikembalikan dan ditampung di Turki. Akibatnya, para migran lalu mengambil jalur alternatif lewat Libya menyeberangi Laut Mediterania ke Italia. Jalur alternatif ini lebih berbahaya dibanding jalur lewat Turki ke negara tetangganya Yunani, sehingga jumlah migran dan pengungsi yang mati sia-sia di Laut Mediterania bertambah.*